6. Abizar Baumantara

18 11 0
                                    

Happy reading.

Kalau ada typo bilang.
__________________

Bel istirahat berbunyi, seolah komando sehingga seisi kelas berdiri serempak. Memberi salam penutup pada pria paruh baya yang menjabat sebagai guru kimia itu, kemudian para murid mulai keluar dari kelas dengan suasana yang terkesan mencekam itu.

Abi duduk kembali, menatap sekitar sembari mengetuk jari telunjuk pada meja secara berirama. 'Teman sekelasnya' berangsur keluar dengan tenang, berbeda dengan dua gadis yang kini berjalan mendekatinya dengan senyum ramah.

"Butuh teman?" tawar Geby.

Abi terkekeh, kemudian mengangguk dua kali. "Sepertinya iya," jawabnya kemudian berdiri.

Tangan gadis di hadapannya tersodor, "Geby."

"Abi." Tangannya membalas.

"Kamu gak lupa sama aku, 'kan?" Celetukan itu membuat tautan Abi dan Geby terlepas, sementara si empunya suara tersenyum ramah di belakang Geby.

Abi memiringkan kepalanya, kemudian mengangguk. "Abi." Tangannya terulur, membuat Geby bergeser sedikit. "Cowok yang udah, lo tolongin," tambahnya, membuat Aya segera membalas uluran tangan itu.

"Aya," ujar Aya, melepas segera tangannya.

"Mau ke kantin bareng?" tawar Geby dengan senyum yang tak lantas memudar.

Abi menoleh, mengangguk begitu saja. "Ayo!"

°°°°

Abi menatap sekitar dengan mulut yang masih mengunyah gorengan hasil traktiran dari Aya. Matanya mengerjap pelan, kemudian memicing untuk sekedar melihat gerakan aneh yang terjadi pada seorang gadis yang duduk di meja paling pojok bagian kanan-dekat stand nasi ayam.

"Sialan." Gumaman itu, berhasil mengalihkan perhatian Abi. Ia menoleh, sekedar mendapati Aya yang kini menatap gadis yang sama dengan tatapan sulit diartikan.

Desisan dari hadapannya terdengar, dan kini berasal dari gadis manis dengan rambut yang dibiarkan tergerai itu. Abi dapat melihat dengan jelas, ketika bulir keringat sebesar bulir-bulir jagung mulai mengalir dari pelipis Geby. Ketika mata gadis itu memerah, dan menyorot pada gadis yang sama-si penghuni meja pojok.

"GADIS TANPA ETIKA!!"

Teriakan itu membuat seisi kantin terkejut, menatap takut pada gadis di meja pojok yang kini sudah berdiri dengan rambut yang menutupi wajahnya.

Gadis itu terkikik, memiringkan kepala dengan gerakan yang menimbulkan suara seperti tulang patah, menimbulkan pekikan tertahan dari para penghuni kantin.

"MATI!"

Gadis itu kembali berteriak, melangkah dengan cepat ke arah yang tidak diketahui siapapun. Semua menahan napas, ketika dia berhenti melangkah ketika sudah sampai di depan gadis dengan rambut keriting bernama Mikaila.

"MATI!"

Tangan gadis itu hampir meraih rambut Mikaila, namun tangan lain justru menahan.

"Sadar, Nuri. Mikaila sahabat, lo."

Gadis yang kerap disapa Nuri itu, memiringkan kepalanya dan terkikik. Suaranya melengking, dan perlahan berubah jadi tangisan. Tangan Geby yang tadi menahan, dihempas begitu saja.

"Dia merusak rumahku." Tunjuknya pada Mikaila dengan suara lirih. "DIA MERUSAK RUMAHKU!" Dan akhirnya berubah jadi teriakan penuh amarah.

Suara itu, jelas bukan suara Nuri.

Seolah mengerti apa yang terjadi, suasana kantin berubah senyap. Membiarkan sesiapa yang berani membantu-Geby misalnya-mengeluarkan 'hal lain' dari tubuh Nuri.

We Are DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang