2. Saka namanya

49 10 2
                                    

Seorang cowok beraut wajah tegas sedang menunduk, membaca buku di kelas. Bukan buku pelajaran yang dia baca, melainkan novel karya tere liye yang berjudul Rindu. Novel yang menceritakan seseorang yang harus menghilang jauh untuk bisa melupakan luka dalam hatinya. Cowok itu menyembunyikan wajahnya. Terlarut membaca kata demi kata dalam buku dengan suasana sepi di kelas.

Tidak ada seorang pun di kelas, hanya ada Saka dan Fahri yang masih bertahan di kelas sedangkan teman-teman sekelasnya sudah berhamburan menikmati waktu istirahat di kantin. "Ka, kekantin yuk." Fahri mengajak Saka yang sibuk membaca buku.

"Enggak mau Ri, males ketemu cewek-cewek enggak jelas itu." Saka menatap Fahri yang berdiri di samping mejanya.

"Makanya kalau diajak kenalan itu mau. biar tau kalau mereka tuh aslinya baik. Kalau malah menghindar mah justru dia semakin di kejar."

"Males banget nanggepin gituan."

Saka merupakan murid pindahan dari Yogjakarta awal semester lalu. Ia pindah ke Bandung karena Papanya harus pindah kerja ke Bandung. Sebenarnya bisa saja, jika dia tetep ingin melanjutkan sekolah di Yogjakarta. Ia bisa tinggal bersama keluarga paman Tono. Namun, rasa sayangnya kepada orang tua sangat besar. Dia tidak tega jika harus melihat mamanya sendirian di rumah ketika Papanya bekerja. Maka itu, Saka harus ikut pindah ke Bandung. Saka juga pernah bilang jika dia ingin meninggalkan segala kesedihannya di Yogjakarta. Dia akan memulai hari baru dengan kebahagiaan.

Saka merupakan tipekal cowok yang mandiri dan keren yang tidak suka dengan keramaian. Di SMA Pancasila dia baru memiliki beberapa teman, bahkan mungkin banyak anak kelas lain tidak mengetahui jika ada siswa baru di sekolannya. Karena sejak awal masuk sekolah sampai detik ini dia sangat jarang keluar kelas. Pernah waktu itu ke kantin beli air mineral, tapi sampai kantin dia digodain sama gengnya Wirda. Saka pun memutuskan kembali ke kelas tanpa membeli air mineral.

"Ya udah ayuk ke lapangan basket belakang."

"Oke tunggu bentar." Saka memasukkan Novelnya ke dalam tas.

Seperti biasa, Setiap istirahat Saka lebih memilih bermain basket di halaman belakang sekolah karena sepi dan tidak perlu berdesakkan memesan makanan di kantin. Tidak perlu bertemu gadis-gadis centil yang sangat mengganggu. EeeeeerrSaka tidak terlalu suka dengan keramaian. Ia lebih memilih menyendiri tanpa ada orang yang mengganggunya.

Halaman belakang sekolah adalah tempat terbaik di sekolahan menurut Saka. Di sana ada lapangan basket kecil yang sudah tidak terawat lagi. Bagian tepi lapangan basket sudah berlumut dan tidak bisa digunakan lagi. Untungnya bagian tengah, depan ring basket masih bersih dan bisa digunakan bermain Fahri dan Saka.

Saka dan Fahri pergi ke halaman belakang sekolah untuk bermain basket seperti biasanya. Suasana halaman belakang sekolah sangat sepi dan hanya ada Saka dan Fahri. Angin membuat daun-daun di halaman belakang saling bergerak seolah sedang menari untuk menyambut mereka.

Saka dan Fahri bermain basket, berlomba untuk memasukkan bola basket ke dalam ring basket. Fahri sampai sering terjatuh karena tidak sengaja terdorong oleh Saka.

Nafas yang sudah tak teratur dan keringat mulai muncul dikening membuat mereka memberhentikan permainan dan duduk di tengah lapangan basket yang sudah tak terawat dan sebagian sudah berlumut.

"Eh iya, SMA Tunas Bangsa itu di mana?" Saka memegang botol minum yang dia bawa dari rumah dengan nafas yang masih terengah-engah

" Deket kok, sebelahnya warung mbok Iyem, ada apa Ka? diganggu sama anak sana?

" Enggak cuma pengen tahu aja di mana tempatnya".

Saka sebenarnya menanyakan SMA Tunas Bangsa karena dia melihat seragam yang digunakan oleh cewek yang dia temui kemaren sore terdapat tulisan SMA Tunas Bangsa. Saka penasaran karena dia pikir tidak ada lagi sekolahan yang dekat daerah itu selain sekolahannya.

Tak Seindah SenyumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang