20. Keberadaan Ayah

11 0 0
                                    

Kali ini suasana makan malam dipenuhi oleh ocehan Anna di meja makan, bercerita bahwa dia tadi bermain boneka dengan Rini, karena Rini baru saja dibelikan boneka panda oleh Papanya. Sedangkan Anna hanya bermain dengan boneka Pandanya yang mata kirinya hampir copot. Hati anak kecil yang selalu iri ketika temannya memiliki sesuatu yang baru itu juga terjadi pada Anna, diaa juga ingin memiliki boneka baru seperti punya Rini.

"Kak kapan Ayah pulangnyaa?" Tanya Anna ke Mikeyla yang duduk di depannya. "Katanya Ayah sebentar, tapi kok ayah enggak pulang-pulang. Aku udah enggak sabar nih punya boneka baru yang lebih besar dari punyanya Rini."

Mikeyla menatap Anna yang cemberut sambil memainkan bonekanya dan mengunyah makanan yang disuapi oleh ibunya. "Sebentar lagi pasti Ayah pulang, ayah kan masih mencari boneka yang paling bagus buat Anna makanya lama." Mikeyla berusaha tersenyum menyembunyikan sedihnya. Semua perkataannya kepada Anna adalah kebohongan, kenyataannya sekarang tidak ada kabar dari Ayahnya. Ayahnya menghilang dan tidak ada seorang pun yang tau.

Mata ibu berkaca-kaca, hatinya hancur saat Anna bertanya tentang Ayahnya. Ibu yang dari tadi hanya menyuapi Anna dan tak memasukkan makanan ke mulutnya sama sekali. Wajahnya pucat dari tadi, seperti yang dikatakan Saka waktu melihat Indah tadi sore.

"Ayok Anna ini suapan yang terakhir." Ibu mengarahkan sendok yang diatasnya ada nasi ke mulut Anna.

"Aaaa." Anna membuka mulutnya.

"Yee udah habis, sekarang Minum air putih dulu." Ibu mengarahkan segelas air minun ke Anna.

"Anna sekarang main boneka di kamar ya. Nanti Kakak susul ke kamar," Ucap Mikeyla ke Anna.

"Oke Kak."

Mikeyla menggenggam telapak tangan kiri ibunya yang berada di atas meja.

"Sekarang ganti ibu yang makan ya. Dari tadi kan ibu belom makan. Wajah ibu pucat. Aku enggak mau ibu sakit."

"Ibu tadi udah makan Key." Ibu menatap mata Mikeyla dan mengarahkan tangan kanannya ke genggaman tangan Mikeyla. "Mikeyla tadi gimana? ketemu sama Om Herry atau Sama istrinya gitu? Apa ada kabar tentang Ayah?".

"Mmm." Mikeyla menundukkan wajahnya. "Tadi di rumahnya Om Herry sepi Bu. Enggak ada orang sama sekali. Aku tadi nunggu lama di sana, sekitar satu jam. Tapi enggak ada orang datang sama sekali Bu." Mikeyla menggenggam erat tangan Ibunya.

Wajah Indah seketika menjadi sedih dan tak berdaya. Matanya berkaca-kaca, mulutnya bergetar. Dia menunduk menahan tangisnya. "Ayah sebenarnya ke mana Key? Ayah biasanya selalu telepon dan ngasih kabar, kenapa ini ayah menghilang enggak ada kabar Key."

Tangan ibu menggenggam tangan Mikeyla dengan semakin erat seakan mengisyaratkan ke Mikeyla bahwa dia semakin mencemaskan keadaan Ayahnya. "Gimana kalo Ayah ternyata sakit di sana? Gimana Kalo Ayah ternyata dijahatin sama orang di sana? Perasaan Ibu enggak enak Key." Indah sangat cemas, dia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Air matanya mengalir tiada henti turun ke pipi tirusnya.

Mikeyla mendekat ke Ibunya, memeluk ibunya dari samping. "Bu tenang dulu Bu. Ayah pasti baik-baik aja Bu. Aku yakin Ayah di sana pasti bisa jaga diri." Mikeyla mengelus-elus pundak ibunya yang dihantui oleh kecemasan, matanya berkaca-kaca menahan tangis agar tidak jatuh.

"Sekarang ibu istirahat dulu ya."

"Enggak Key, Ibu mau nunggu kabar dari Ayah. Ibu enggak bisa istirahat dengan tenang kalo belum ada kabar dari Ayah."  Ibu mengambil ponselnya lalu mencoba menelepon ayah berulang kali.

Ibu berjalan mondar-mandir di samping jendela dengan terus berusaha menelepon suaminya, matanya selalu mengarah keluar jendela berharap suaminya akan pulang ke rumah dengan keadaan yang baik seperti yang dia harapkan. Meskipun suaminya kasar terhadapnya. Tapi dia sangat menyayangi suaminya. Indah akan menelepon suaminya dan menanyakan kabar jika satu hari suaminya itu tidak menghubunginya.

"Bu Ayok istirahat dulu ini udah malem." Mikeyla memeluk ibunya dari belakang.

"Enggak Key, Ibu mau nunggu Ayah di sini. Nanti kalo ibu tidur terus tiba-tiba Ayah telepon, kalo Ibu enggak tau gimana?. Pokoknya ibu pengen nunggu Ayah Key."

Mikeyla menahan tangisnya melihat Ibunya yang selalu menunggu Ayahnya di balik jendela. Dia bingung harus berbuat apa untuk meyakinkan ibunya kalo ayahnya baik-baik saja di sana. Tapi sangat sulit untuk meyakinkan Ibunya, karena dia juga tidak yakin kalo ayahnya di sana baik-baik saja.

"Kalo gitu Aku aja yang nunggu Ayah di sini Bu. Sekarang ibu istirahat dulu ya. Nanti kalo Ayah udah pulang Aku janji bakal bangunin Ibu." Mikeyla menahan tangisnya dan berusaha tegar agar ibunya juga bisa tegar menghadapi situasi ini.

Mikeyla menuntun ibunya ke kamar dengan pelan.

Sesampainya di kamar Mikeyla lalu menidurkannya di kasur dan di selimuti oleh selimut tebal. Air mataa selalu jatuh di pipi Ibu, menunggu kabar dari suaminya yang tidak kunjung menelepon. Dia selalu menggenggam ponselnya dan selalu berusaha menghubungi suami tercintanya. Tapi semua panggilannya tak terjawab satupun.

Mikeyla yang dari tadi menahan air matanya, akhirnya air mata itu tumpah juga mengalir ke pipi merahnya. Tak tega hatinya melihat Ibunya menangis terus memikirkan ayahnya. Dia masih berdiri di balik punggung ibunya, melihat ibunya tertidur dengan tangisan yang tidak bisa dibendung. Dalam pikiran Mikeyla dipenuhi beribu pertanyaan. "Bagaimana dia bisa menemukan keberadaan Ayah?".

****

Gudang yang rusuh dan berantakan, banyak tumpukan tumpukan barang yang rusak dan berkarat di mana-mana. Suasana sepi tidak ada suara kendaraan sedikitpun, hanya ada suara orang yang berbicara tapi terdengar samar-samar di telinga.

Ayahnya Mikeyla duduk di sebuah kursi dengan tangan di ikat di belakang kursi. "Tolong, Tolongg, Tolong." berusaha melepaskan tangannya dari ikatan di kursi.

"Brakk." Suara pintu gudang terbuka.

Seorang pria dengan tubuh besar dan berotot masuk ke gudang lalu mengangkat dan menyengkram dagu Maryo, Ayah Mikeyla. "Bisa diem enggak? Berisik banget!."

Seorang masuk lagj ke gudang, pria paruh baya yang seumuran dengan ayahnya Mikeyla. 

"Pak Herry tolong lepasin saya Pak," Ucap Ayahnya Mikeyla.

Seorang pria yang baru saja masuk gudang itu adalah Herry. Lalu dia mengisyaratkan pada pria berbadan besar itu agar keluar, meninggalkan dia dan Maryo sendiri.

"Pak Maryo, Pak Maryo tidak semudah itu saya melepaskan Anda, setelah semua yang anda lakukan kepada Saya waktu dulu." Ucap Herry yang berdiri di depan Maryo.

"Salah Saya apa ke Anda Pak Herry sehingga Anda melakukan ini ke Saya?"

"Hahaha, Anda enggak sadar dengan apa  yang telah Anda lakukan ke saya dan keluarga saya?" Herry menyengkram dagu Andi. "Dulu Anda menghancurkan hidup saya, hidup keluarga saya. Anda membuat perusahaan saya bangkrut dengan menyebar bukti palsu bahwa perusahaan saya telah mengorupsi dana kerjasama dengan PT Sejahtera agar perusahaan anda yang mendapatkan proyek besar itu. Saya di penjara dan harus ganti rugi atas apa yang tidak saya lakukan."

"Saya minta maaf atas kesalahan yang dulu  saya lakukan, itu semua adalah kebutaan saya terhadap kemajuan perusahaan Pak." Maryo menghadap ke atas, menghadap Herry yang berdiri tepat di depannya. "Sekarang saya sudah mendapatkan karmanya, perusahaan saya sekarang juga bangkrut. Hidup saya juga hancur dan tak ada yang bisa dibanggakan lagi. Apa Anda belum cukup melihat hidup saya yang menderita ini?"

"Belum, ada suatu hal yang perlu anda balas dan ini yang akan membuat saya merasa puass hahaha." Herry tertawa keras pergi meninggalkan Maryo dan menguncinya lagi

Tak Seindah SenyumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang