11. Hujan

23 9 2
                                    

Latihan basket diakhiri dengan membunyikan jagor tim Mereka dengan semangat. Suara tepuk tangan dari semua anggota tim memenuhi lapangan basket yang menandakan ucapan terima kasih karena kelah melakukan yang terbaik untuk hari ini. Satu persatu meninggalkan lapangan menyisakan sepi dan hening. Dalam sejenak suara ganduh dan suara gesekan sepatu bisa berubah menjadi kesunyian.

"Ka enggak pulang?" Fahri berjalan dari toilet menghampiri Saka.

"Nanti."

"Itu foto siapa Ka? Kok gitu banget ngelihatnya" Fahri tak sengaja melihat layar ponsel Saka yang menunjukkan foto seorang cowok seusia Saka.

"Mas aku." Saka menundukkan kepala melihat foto itu tanpa melihat ke arah Fahri.

"Maksudnya kakak?"

"Iya."

"Oh Aing baru tau, Kamu punya Kakak. Tapi kayakne kakakmu itu seusia Kita Ka." Fahri menatap Saka yang menunduk melihat foto di ponselnya.

"Ini foto udah lama, sekitar lima tahun yang lalu. Foto terakhir mas aku yang aku miliki sebelum dia pergi sampai saat ini."

"Ka sorry ya, kalau aing tanya-tanya terus." Fahri tidak enak hati pada Saka karena dia telah bertanya hal yang membuat Saka semakin sedih.

"Enggak apa Ri."

"Udah tenang aja Ka, nanti aku bantuin cari kakakmu. Nanti kita cari bareng bareng." Fahri berusaha menenangkan Saka. Meskipun Saka masih terlihat tak tenang. "Ka ayok pulang udah malem nih! Serem juga lama-lama di sini." Fahri ketakutan saat melihat sekelilingnya sudah sepi dan gelap.

Saka tak menjawab ajakan Fahri.

"KA AYOK!" Fahri memaksa Saka. Saka tetap diam menunduk memandangi foto cowok diponselnya. Fahri akhirnya menarik tangan Saka dengan paksa. "Ayok pulang, kalau di sini sendirian bisa ketemu kuntilanak." Saka akhirnya menurut ajakan Fahri. Saka menuju ke parkiran motornya sendiri karena Fahri telah dijemput oleh gebetannya.

Perjalanan pulang kali ini begitu melelahkan. Tak hanya lelah fisik yang dialami oleh Saka tetapi lelah pikiran juga. Banyak beban pikiran yang selalu menghantuinya akhir-akhir ini. Malam ini lebih gelap dari malam sebelumnya karena tak ada bintang yang bertebaran dengan indah. Saka mengendarai motornya dengan pelan seakan ingin merenungi semua kesedihannya. Pikiran Saka kacau untuk malam ini, karena kerinduan terhadap Kakaknya yang tak kunjung bertemu. Dia juga tidak tega melihat mamanya selalu sedih memikirkan Kakanya, meskipun Mama Rita selalu pura-pura bahagia di depan Saka dan Papanya.

Saka menepikan motornya di depan kursi pinggir jalan yang kosong. Saka memutuskan untuk turun dari motor dan duduk sejenak untuk menenangkan pikirannya. Saka duduk di kusi bercat putih itu dengan sendiri. Satu tiang lampu yang berada di sebelah kursi menerangi kesendirian Saka.jj Saka mengeluarkan ponselnya dari dalam tas.

"Mas, Kamu dimana Mas? Aku harus nyari kemana lagi Mas?" Saka melihat foto kakaknya dan menggenggam ponselnya dengan keras sampai otot di tangannya terlihat.

Gemuruh petir tiba-tiba mengeluarkan suaranya lalu disusul oleh hujan yang berjatuhan dari langit. Kali ini Tuhan seakan ingin menemani kesedihan Saka dengan menurunkan hujan ke bumi.  Saka menerima hujan itu tanpa pergi menghindar. Meluapkan kesedihan dan kegundahannya dengan memejamkan mata menikmati tetesan demi tetesan air hujan. Air hujan jatuh membasahi seluruh tubuh dan wajah sedihnya sehingga tak nampak air mata mengalir mengalir dari matanya.

"AAAAAA, KAMU DI MANA MASS" Saka mengangkat wajahnya ke tas dan mengepalkan kedua tangannya.

Cowok dengan jaket kulit hitam itu berteriak dibawah rintik hujan yang deras. Sepinya jalan sama seperti sepinya hidupnya. Tangisnya pecah saat usahanya tak kunjung berhasil dan kerinduannya pada kakaknya tak terbendung lagi. Hujan yang tak kunjung reda dan sepi yang melekat pada Saka membawanya untuk pulang.

Jalanan yang sepi menjadi kesempatan untuk Saka melampiaskan kesedihanya dengan mengendarai motor kecepatan yang tinggi menerjang hujan lebat yang tak kunjung berhenti.

Sesampainya di rumah, Saka memarkir motornya di garasi. Suasana rumah Saka seperti biasa selalu sepi tanpa ada tawa menghiasi. Kesedihan Saka dalam sekejap hilang ketika dia menginjakkan kakinya di rumah. Mamanya Saka sedang menonton televisi di ruang tengah sembari menunggu anaknya pulang.

"Assalamuaalikum Ma."

"WaalaikumSalam, Saka Kamu hujan hujan? Kenapa Enggak pakai jas hujan sih?." Mama Rita kaget dengan kepulangan Saka yang basah kuyup.

"Lagi kepengen hujan-hujan Ma hehehe."

"Kamu aneh aneh aja, Sana mandi dulu, terus makan malam. Mama buatin teh hangat."

"Makasih Mamaku yang baik." Saka memeluk mamanya lalu buru-buru untuk melarikan diri agar tidak dimarahin oleh Mamanya.

"Ihh, jadi basahkan Mama." Rita menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya.

Saka beranjak menuju kamarnya untuk mandi. Saka melupakan kesedihannya di depan Mamanya. Saka mencoba tersenyum seakan semua baik-baik saja.

Tak Seindah SenyumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang