꧐꧘ : delapan

19 2 0
                                    


Sebenarnya tidak ada yang membedakan antara malam-malam lain dengan malam minggu, menurut Yahya sama saja. Setiap malam dia habiskan untuk bekerja di kafe. Sebagai penonton keseruan malam minggu dari pelanggan-pelanggan yang datang.

Malam ini Yahya sedang berada di kafe. Bukan karena sebagai pelayan, dia hadir sebagai pelanggan.

"Mau pesen minum lagi?" Tanya Caca, jujur saja dari tadi mereka berdua banyak diam.

Yahya nggak pandai memulai obrolan dan Caca yang nggak tahu mau memilih topik apa untuk diobrolkan. Caca terlalu sibuk memikirkan apakah dirinya cantik hari ini, apakah Yahya nyaman ada didekatnya, apakah begini lebih baik apakah begitu lebih baik?

Caca nggak tahu mengapa dirinya senervous ini.

"Nggak usah," tolak Yahya kalem.

Caca mengangguk-angguk, bingung mau ngapain. Lagian ini cowok didepannya kalau nggak ditanya, nggak bakal buka suara.

"Yahya."

"Iya?"

"Lo bosen nggak sih?"

Yahya mengangguk terpatah, "hmm, lumayan bosen."

Caca mendengus, kenapa Yahya sekaku ini sih?

"Jalan yuk?"

"Kemana?"

Caca menatap random luar kafe, "terserah yang penting jalan, gue bosen sumpah disini duduk diem mulu dari tadi."

"Maaf ya, Ca. Aku ngebosenin ya?" Yahya meringis, menatap Caca tidak enak.

Caca kaget dengan respon Yahya, lalu buru-buru menggeleng cepat, "eh bukan gitu maksud gue, gue orangnya nggak suka diem lama-lama, pengennya jalan-jalan. Apalagi ini di mall kan? Tau sendiri lah hubungan cewek sama mall itu gimana?"

Yahya mengangguk-angguk paham, "jadi bukan bosen ya? Tapi pengen belanja?"

"Yeeeu tau aja!" Caca beranjak dari duduknya, menarik tangan Yahya agar ikut beranjak.

Yahya tersenta, tapi buru-buru menguasai dirinya.

Langkah Caca berhenti tepat di tempat photobox yang terlihat sepi, tumben-tumbenan nggak ada yang ngantri. Tanpa pikir panjang dia langsung masuk kedalam dan menarik Yahya ikut bersamanya.

Yahya yang dari tadi banyak diam jadi terkejut, lebih terkejut lagi ketika dia menyadari kalau Caca membawanya masuk keladam ruangan sempit ini. Selanjutnya, dia cuma pasrah ketika gadis itu memakaikan rambut badut dan menyuruhnya untuk berpose lucu.

Malam ini dihabiskan dengan melakukan hal-hal random yang menurut Yahya tidak penting tapi mengasyikkan. Ternyata Yahya baru sadar, di luar jangkauannya sebagai siswa no life yang kerjaannya cuma ngejar deadline tugas, ternyata banyak hal-hal seru yang dia lewatkan.

Dia sadar selama ini hidupnya sangat monoton. Sekolah-kerja-tidur, tidak pernah menyisahkan waktu untuk bersenang-senang. Dia sadar dia terlalu ambisius.

[][][]

Sadam membuang napas kasar menatap sampah yang sudah terbungkus di kresek super gede yang gedenya setara dengan setengah badannya. Dengan sisa-sisa semangat yang dimilikinya, dia menarik kresek sampah itu menuju belakang kafe. Meletakkan sampah tersebut di dekat sampah-sampah lainnya, truk sampah akan mengangkutnya besok.

Dia menepuk-nepuk kedua tangannya, meregangkan badannya yang terrasa pegal-pegal. Tulangnya bergemelatuk ketika dia membungkuk dan memutar tubuhnya, enak sekali. Dia baru berbalik untuk berniat masuk kembali ke dalam kafe tapi langkahnya terhenti begitu melihat pintu jeruji didepannya ini di gembok dari dalam.

Javanese BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang