Sadam berjongkok tepat di depan motor kesayangannya. Meneliti setiap body Cempe yang sudah terlihat sangat renta.
"Udah berapa lama lu kaga kesini, baru kelihatan?"
Lelaki dengan balutan wearpack bengkel yang sudah kotor karena oli tersebut duduk di tumpukan ban mobil tidak jauh dari Sadam.
Sadam bergumam mikir, "hmm, kayaknya udah setengah windu deh bang," sambil terkekeh.
Montir tersebut menurunkan resleting atas menyisahkan kaos oblong warna abu, "harusnya tiap minggu tuh motor bawa kesini."
Sadam beranjak, menepuk-nepuk kedua tangan yang kotor. "Gue anak otomotif, gue otak-atik sendiri bisa alhamdulillah."
Montir itu gantian beranjak, tempat duduknya semula diduduki oleh Sadam sedangkan dia mengecek motor milik Sadam.
"Kenapa ya bang kira-kira? Tiap minggu selalu gue manja padahal."
"Biasalah, penyakit motor tua. Tapi ini motor lu udah terlalu bangkotan banget," kata montir tersebut.
Dia mengecek beberapa bagian body motor Sadam dengan teliti.
"Emang udah tua sih, dari jaman kakek gue muda tuh."
"Nggak heran, motor kayak gini kan emang motor jadul banget," montir tersebut menoleh pada Sadam. "Ini paling karbukatornya rusak."
"Nggak bang baek-baek aja loh gue udah sering ngecek, belakangan ini emang suka mogok susah dinyalain juga sih sama akinya boros banget."
Montir beranjak dan mengangguk-angguk sambil tetap meneliti motor tua didepannya. "Ini kayaknya baru bisa gua kerjain besok, sekarang udah sore gua mau pulang juga."
Sadam akhirnya beranjak, "yaudah bang gue juga mau pulang, besok gue dateng kesini lagi sorean lah biasa pulsek."
"Yoi santai aja."
Setelah berpamitan sopan Sadam langsung meninggalkan bengkel tersebut. Dia berjalan melewati trotoar dibawah langit sore yang baru saja selesai menumpahkan air. Angin yang menerpa tubuh jangkung Sadam membuatnya sedikit bergidik.
Akhir-akhir ini hujan sering turun, dan tuannya juga sering ngambek. Sudah berhari-hari si Cempe angot-angotan, mogok tiba-tiba dan susah dinyalakan. Akibatnya, hampir setiap sore juga Sadam selalu mendorong motor tua tersebut sampai rumah.
Walau menyusahkan, Sadam tidak pernah berpikir sekalipun untuk mengganti motor tersebut dengan yang baru. Entahlah, dia seperti merasa Cempe adalah bagian dari hidupnya.
Motor tua tersebut sudah ada
sejak dia belum lahir, umurnya jauh lebih tua darinya. Cempe adalah saksi bisu perjuangan kakek membesarkan bapak sampai bapak membesarkan Sadam. Nanti dia akan membuat Cempe juga bersaksi atas perjuangan dia membesarkan anak-anaknya. Hehehe..Sedang menyanyikan salah satu lagu milik Dhyo Haw, Sadam dibuat diam kala mobil Mercedes-Benz hitam mengkilap melintas disampingnya, lalu berhenti tidak jauh dari dia berdiri. Pengendara mobil tersebut turun. Sepasang suami istri dan dua anak laki-laki berbeda umur. Sadam menajamkan mata.
Wanita yang pernah ia lihat bersama Faranisa. Sadam mempercepat langkahnya untuk menuju toko baju branded yang paling terkenal di kota. Semakin penasaran dengan wanita itu.
Toko baju memang luas sekali, tapi pengunjung yang datang sore ini cukup bisa dikatakan tidak terlalu ramai. Sebuah keberuntungan untuk Sadam karena wanita itu sedang memilih kaos tidak jauh dari tempatnya sekarang yang sedang mengedarkan pandang. Ia segera melangkah mendekat, pura-pura ikutan sibuk memilih kaos. Wanita itu sempat menoleh pada Sadam dan tersenyum kecil, tipikal orang yang ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Javanese Boys
FanfictionSadam masih dengan dirinya yang labil dan ceroboh. Seseorang yang terlanjur mencicipi manisnya kebohongan. Bohong itu candu, nyaman tapi tidak aman. Dia ingin keluar dari zona nyaman, tapi nyatanya tidak semudah yang dia rencanakan. Yahya sudah ter...