꧑꧓ : tiga belas

14 0 0
                                    


Daripada hari Senin, hari Minggu adalah hari yang paling dinantikan oleh kebanyakan orang. Jika Senin adalah hari tersibuk, maka hari Minggu adalah waktu paling tepat untuk bersenang-senang.

Weekend sebelumnya Sadam hanya bersih-bersih rumah bersama Yahya, lalu melakukan kebiasaan horisontal body battery-saving mode sampai bosen sendiri sebelum sorenya berangkat ke toko roti.

"Gue kan udah bayarin tiket masuk kalian, gimana kalau sekarang gue tantang kalian main wahana roller coaster?" ucap Adit ketika dia menghampiri Yahya dan teman-temannya yang lagi duduk di bangku.

Sadam refleks menyemburkan minuman sari jeruk yang baru masuk ke mulutnya, "anjir seriusan lo?"

Adit tertawa mengejek, "takut lo?"

Yang diejek menggeleng tegas, "yakali gue takut sama wahana begituan."

Jujur sekali, dia sebenarnya takut dengan wahana roller coaster yang tidak jauh dari pandangannya. Seumur-umur, dia tidak pernah naik wahana-wahana ekstrim seperti itu. Paling banter hanya ombak banyu dan kora-kora yang ada di pasar malam.

Dan terakhir Sadam naik kora-kora ketika dia kelas 8 smp waktu kencan pertama dengan mantannya yang kesekian. Malam itu dia muntah setelah turun dari kora-kora karena sebelum naik, dia sudah makan jajan banyak banget.

Sadam diputuskan mantannya setelah pulang dari pasar malam.

Sejak saat itu sampai sekarang, dia selalu menghindari wahana pasar malam yang bikin kepala pusing dan perut mual.

Membayangkan dirinya akan terombang-ambing naik-turun muter-muter diatas kereta tersebut membuat Sadam bergidik ngeri, wajahnya langsung pias.

"Lo takut ketinggian, Jab?" Tanya Zidan dengan wajah tengil sok meremehkan.

Sadam berdecih, "ngece!"
(ngece = ngeremehin/ngejek)

"Kalau takut tunggu sini aja, nggak usah maksa," bisik Yahya pelan.

Sadam orangnya tidak suka diremehkan, maka dari itu kaki panjangnya melangkah ke area wahana roller coaster mendahului teman-temannya. Dia berjalan dengan sedikit keberanian dan keyakinan yang mati-matian dia kumpulkan.

Berani! Pasti bisa. Monolognya pada diri sendiri.

Siang itu, dibawah matahari yang tertutup awan mendung, Sadam berteriak sekeras-kerasnya tidak peduli pita suaranya akan putus. Alih-alih merasa takut, dia menganggap teriakannya adalah beban yang selama ini dia genggam.

Ketika teriakan gilanya mengudara, bebannya seperti pasir yang berjatuhan dari telapak tangan saat genggamannya terbuka.

[][][]

Jika bukan karena sahabatnya yang memaksa Caca untuk pergi, mungkin sekarang dia lagi duduk di depan laptop ditemani sepiring samyang lengkap dengan susu dan pocky-pocky rasa cokelat.

Semalam, Caca sudah mengurutkan beberapa drama korea baru tamat yang belum sempat dia tonton. Dia memprioritaskan drama bergenre roman-komedi berlatar remaja SMA yang dibintangi oleh salah satu oppa kesayangannya untuk dia tonton hari ini penuh sampai tamat.

Tapi, gara-gara Karina rencana marathonan dia jadi kandas.

Berdirilah dia di tengah-tengah keramaian, menatap malas orang-orang yang berlalu lalang, juga menatap Karina dengan dongkol yang ada disebelahnya.

"Ngapain kesini?"

Karina malah nyengir, menghadiahi Caca dengan sebotol yogurt rasa strawberry. Tanpa mengatakan apa-apa dia menggandeng tangan sahabatnya menuju penjual eskrim jumbo yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Javanese BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang