꧑꧐ : sepuluh

12 2 0
                                    


Malam sudah sangat larut dan udara dingin semakin menusuk-nusuk kulit beberapa orang yang masih berkeliaran di luar ruangan.

Sadam baru selesai dengan pekerjaan di kafe. Malam ini dia mengambil pekerjaan doubleㅡpelayan dan tukang cuci piringㅡkarena tukang cuci piring sedang mengambil cuti, jadi Sadam ambil kesempatan ini. Lumayan untuk tambah-tambah uang.

Sedangkan Yahya sudah pulang terlebih dahulu dengan motor tua milik Sadam. Si pemilik motor yang menyuruh Yahya untuk membawa serta motornya, dia bilang bisa nelpon Yahya jika sudah waktunya pulang.

Namun nyatanya Sadam sama sekali tidak ada niatan untuk menelpon sahabatnya. Dia tahu Yahya sedang belajar pada jam-jam segini atau bahkan sudah tidur, dia tidak ingin menganggu. Jadi, dia putuskan kali ini untuk berjalan kaki melewati trotoar, menikmati udara malam di bawah sang rembulan.

Sadam mengangguk dan tersenyum ketika seorang wanita paruh baya melempar senyum kearahnya. Wanita china pemilik toko kelontong yang sering Sadam jumpai di dekat toko roti tempatnya bekerja.

Langkah Sadam terhenti di halte bus, matanya tertuju kepada gadis yang sedang berjongkok membelakanginya. Sadam jadi penasaran, itu cewek lagi ngapain?

Akhirnya dia melangkah untuk mendekati gadis dengan surai yang tergerai begitu saja, tertiup-tiup angin, menjadikannya agak berantakan.

"Faranisa?"

Sadam tersenyum kecil, lalu memutari tubuh Faranisa untuk duduk di bangku halte. Matanya masih tertuju kepada gadis di depannya, memperhatikan apa yang sedang Faranisa lakukan.

Faranisa awalnya sangat terkejut, namun dengan kelebihan yang dia mililikiㅡpandai menyembunyikan ekspresiㅡdia diam saja. Lanjut mengelus-elus hewan lucu dihadapannya.

"Ngapain lo?" Sadam yang tidak suka diam langsung melempar pertanyaan.

Faranisa tidak menjawab.

Sadam menghela napas, "LO LAGI NGAPAIN?"

Faranissa langsung menoleh, menatap Sadam tajam tanpa mengatakan apa-apa. Lalu dia berdiri dan memilih duduk di bangku halte paling ujung kanan. Jarak duduknya dengan Sadam cukup jauh. Terlampau jauh.

Sadam beringsut menggeser duduknya untuk menipiskan jarak diantara mereka, menatap Faranisa dengan saksama dari samping.

Dia mencolek bahu gadis itu pelan yang berhasil membuatnya menoleh, lalu Sadam memperagakan gerakan bahasa isyarat kepada Faranisa yang dibalas tatapan malas oleh gadis itu.

"Lo kira gue bisu?"

Sadam senyum lebar, "ya lo diem mulu jadi orang, ditanya tuh mbok yo dijawab, sayang."

Sadam hanya mendengus samar. Dia tidak menyukai gadis yang sok jual mahal atau cuek ke dirinya. Seperti Faranisa ini, cuek banget. Jutek, dan sok jual mahal.

Tapi Sadam sangat yakin kalau gadis ini sebenarnya mempunyai kepribadian lain, kebalikan sikap yang Faranisa tunjukkan ke dia saat ini. Seperti tempo hari lalu ketika Faranisa bersikap hangat kepadanya di depan toko roti tempat Sadam bekerja.

Rasa penasaran Sadam itu tinggi, dia itu kepoan banget jadi orang. Makanya mulutnya gatel pengen nanya sesuatu ke Faranisa.

"Lo cuek cuma sama gue atau cuek ke semua orang?"

Pertanyaan yang Sadam lontarkan nyatanya tidak mendapatkan respon dari Faranisa, bikin cowok itu mendengus kasar.

Sadam menusuk-nusuk bahu Faranisa menggunakan jari telunjuk. Bikin gadis itu langsung menoleh dan melemparkan tatapan tajam.

Javanese BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang