꧑꧑ : sebelas

27 2 0
                                    


Walaupun sedikit nakal dan urakan, Sadam adalah tipikal siswa yang tidak pernah membangkang kepada guru. Bukan berarti dia takut-takut banget dengan gurunya, hanya saja dia tahu kalau guru itu harus dipatuhi selayaknya bapak dan ibunya sendiri.

Contohnya, dengan manut apa yang gurunya katakan dan melakukan apa yang disuruh selama itu hal baik.

Seperti siang ini saat jam kosong, dia baru saja dari kantin habis ngemil cireng bareng teman-teman sekelasnya.

Tapi teman sekelas Sadam bukannya balik ke kelas malah melipir ke gudang belakang. Tau sendiri biasanya bujang-bujang STM tuh pada ngapain.

Sadam tidak ikut karena dia nggak doyan nyebat. Bujang idaman bukan? Idaman dong pasti.

Jadi, dia memilih balik ke kelas buat tidur saja. Atau kalau nggak ya main igeh.

"Sadam Jaboy!"

Merasa terpanggil, Sadam refleks menolehkan kepala. Tersenyum lebar kala dia mendapati guru laki-laki yang berdiri tidak jauh darinya.

"Iya pak?"

Guru laki-laki dengan kacamata bulat yang membingkai mata cekungnya itu berjalan mendekat kepada Sadam, lalu menepuk pundak muridnya ala sohib kental.

"Jamkos?"

"Iya nih pak."

"Nah kebetulan kalau gitu mending kamu ikut saya ke perpustakaan."

Sadam mengernyit, "mau ngapain?"

"Bersih-bersih."

"Oh yaudah pak hayuk mumpung saya lagi goodmood," sahut Sadam semangat.

Guru jangkung yang rambutnya sudah memutih tersebut tersenyum sambil merangkul bahu Sadam.

Pak Hardjo ini sebenarnya guru kejuruan akuntansi kelas 10, tapi dia dekat betul dengan Sadam karena satu alasan sepele.

Sama-sama pecinta bandrek.

Iya, pak Hardjo ini teman nongkrong Sadam di warung bandrek pinggir jalan. Ya walaupun nggak setiap malam mereka nongkrong sih, cuma kalau nggak sengaja ketemu saja. Intinya, hanya karena bandrek mereka dekat satu sama lain.

Mereka berdua melepas sepatu masing-masing dan meletakkannya di rak susun sebelum masuk ke perpustakaan, pak Hardjo masuk duluan berbeda dengan Sadam yang menyempatkan untuk cengar-cengir kepada adik kelas cewek yang kebetulan lewat.

Sudah kebiasaan, jangan dibuat heran deh ya...

"Ayo masuk, nungguin apa?"

Suara pak Hardjo langsung bikin Sadam terperanjat kaget, untung-untung dia nggak sampai latah. Kalau sampai mulutnya kelepasan dan latah yang aneh-aneh bisa malu banget soalnya masih ada dedek gemes cantik berseliweran.

Akhirnya Sadam beranjak dari tempatnya dan buru-buru masuk ke dalam perpustakaan. Aroma buku bercampur pengharum ruangan beraroma kayu manis langsung memenuhi indera penciumannya ketika dia menginjakkan kaki di lantai perpus.

Matanya langsung melebar ketika dia sadar kalau dia adalah satu-satunya cowok di ruangan ini. Oh, ralat, maksudnya dia satu-satunya murid laki-laki di ruangan ini. Yaiyalah, emang di sekolahnya ada murid laki-laki yang suka nongki di perpus?

Jangankan nongki, pernah suatu hari pas pelajaran bahasa Indonesia, kelas Sadam disuruh bikin resensi novel tapi satu kelas lebih milih ngorok rame-rame di kelas. Kata mereka, aroma buku itu bisa bikin orang yang tadinya waras tiba-tiba jadi edan.

Sadam mengabaikan berpasang-pasang mata yang kompak menatapnya, lantas menghampiri pak Hardjo yang tengah duduk di salah satu bilik baca.

"Saya harus ngapain, pak? Orang perpustakaannya bersih gini."

Javanese BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang