꧒꧐ : dua puluh

3 0 0
                                    


Sadam duduk di bangku semen pinggir lapangan sambil ngemil roti milna ditemani dengan bandrek sisa semalam. Biasalah, dua kombinasi asupan kavorit bocah itu.

Dia sedang menonton anak kelas akuntansi melakukan olahraga. Sebenarnya sih, dia lagi pengen melihat Faranisa.

Nggak tahu kenapa dia tiba-tiba pingin aja lihat Faranisa.

Disamping dia ada Yoga dan Zidan yang selalu setia menemani. Dua temannya itu sedang mabar game. Sepertinya mengabaikan keberadaan Sadam.

Ya harusnya kalau dua teman Sadam itu punya otak ditempatnya, bukan di dengkul, mereka tahu keberadaan Sadam karena sedari tadi kalau mereka bilang "Jab, minum." Sadam yang menyodorkan es di gelas, mereka tinggal nyedot. Sadam udah kayak babu mereka aja dipikir-pikir.

Sadam nggak menyangka kalau Faranisa itu ketua kelas, eh nggak tahu ndeng Faranisa ketua kelas atau bukan, tapi gadis itu yang memimpin dari awal pemanasan sampai doa penutupan.

Beberapa anak yang piket memunguti piringan penanda yang ada di beberapa titik lapangan. Faranisa terlihat berjalan ke arah kantin bersama Zedda.

Sadam beranjak bertepatan dengan lonceng tanda istirahat berbunyi. Meninggalkan dua temannya yang masih belum terganggu. Dia berlari sepanjang koridor ke kantin dengan roti milna didekapannya. Bandrek dia sudah dikenyot habis langsung dari plastik. Tapi tadi plastik bekasnya dia taruh di pot depan tempat dia duduk, jangan ditiru.

Faranisa mengernyit bingung, memilih tidak memperdulikan dan lanjut meneguk es nutrisari dari gelasnya. Beda dengan Zedda yang menatap curiga atas kedatangan cowok itu.

"Jaboy bandrek, ngapain lo kesini?"

Mengabaikan Zedda, Sadam meletakkan roti milna diatas meja, lalu berjalan ke warung untuk memesan marimas jambu biji. Sambil menunggu esnya diseduhkan, dia kembali ke meja Faranisa.

Zedda menatap Sadam dengan penuh curiga, "heh ngapain lo ngelihatan temen gue terus?"

"Urusan lo heh bawel? mata-mata gue juga ya bebas dong! Minum aja tuh susu biar cepet tinggi, nggak bosen apa boncel terus?"

Tidak terima, gadis itu menggeplak tangan Sadam keras-keras. Tapi mau mengelakpun nggak bisa soalnya dia emang pendek.

"Far gue udah pikirin baik-baik, jadi gue mau memutuskan kalau jadwal belajar gue setiap malem minggu, gimana?"

Faranisa hampir kesedak. Dia meletakkan gelas keatas meja dan menatap Sadam, "malem minggu?"

"Heh ngapain nih malming-malming, kalian berdua pacaran?" Zedda menyela.

Sadam melototi Zedda, "husst boncel diem aja," sambil meletakkan telunjuknya didepan bibir.

Zedda cuma bisa merengut kesal, dia memilih diam nyimak aja lah daripada kalau ngomong diboncel-boncelin terus sama Sadam.

Seingat Faranisa, dia hanya memberi dua pilihan waktu untuk belajar. Sabtu siang atau minggu siang karena dia tahu setiap malam Sadam bekerja. Tapi, malam minggu?

Bukankah kafe tempat cowok itu kerja malam minggu adalah waktu ramai-ramainya pengunjung?

"Tenang aja gue udah minta libur setiap malming buat belajar sama lo."

"So-soan minta libur, gaji dipotong nggak bisa beli bandrek sama roti bayi rasain," Zedda tidak tahan menyahut. Emang dasarnya orang nggak bisa diem ya mau diapain juga mulutnya gatel.

Sadam berdecak, refleks menyentil tangan Zedda yang sangat tidak ada sopan-sopannya nyomot beberapa buah roti milna milik Sadam.

Zedda cuma nyengir sambil mengedip-kedipkan mata. Lucu enggak kek orang kelilipan iya.

Javanese BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang