Sabtu pagi menjelang siang Sadam merasa yakin kalau neraka memang bocor dan bocorannya jatuh tepat di atas genteng kontrakan. Panas banget. Dia sampai menggabungkan kipas angin milik Yahya dan kipas angin miliknya untuk menyejukkan badan."Buset udah kayak di neraka jahanam aja." Satu botol ukuran sedang air putih tandas ditenggak oleh dia.
Dari jendela ruang tamu dia dapat melihat Yahya sedang menjemur pakaian di halaman. Sadam memang menyuruh sahabatnya buat jemur pakaian soalnya dia pagi tadi udah nyuci, bagi tugas biar adil.
Masih menikmati dua kipas angin yang dia setel dengan tingkat putaran paling tinggi biar anginnya kenceng, Yahya masuk sambil menjinjing keranjang cucian. Pelipisnya penuh keringat, nggak heran sih soalnya di luar panas banget.
Sadam menepuk kursi plastik di sebelahnya, "duduk sini."
Tidak menuruti ucapan Sadam cowok itu malah melenggang pergi meninggalkan ruang tamu. Sadam tidak mempedulikannya, memilih hanyut dalam tembang lawas yang dibawakan oleh Iwan Fals.
🎵Apa yang tersembunyi
Di balik manis senyummu
Apa yang tersembunyi
Di balik bening dua matamuDapat kutemui
Mengapa engkau tak pasti
Lalu aku coba untuk mengerti
Saat engkau tiba di simpang jalan
Kau bimbang tentukan arah tujuan 🎵Yahya kembali lagi ke ruang tamu dengan pakaian rapi, menghampiri Sadam yang sejak beberapa menit yang lalu sudah hanyut dalam mimpi. Dia menggoyangkan pundak Sadam pelan.
Sadam tampak terkejut, langsung menatap Yahya, "napo?"
(kenapa)"Aku mau minjem cempe," kata Yahya.
"Meh rindi?"
(mau kemana)"Ada urusan sebentar." Yahya langsung beranjak, lalu menuntun cempe milik Sadam untuk dia keluarkan.
"Yak, mau kemana panas-panas begini?!"
Tidak mendapat jawaban, Sadam mendengus pelan. Kebiasaan sekali sahabatnya yang satu itu malas untuk membuka bibir barang mengatakan satu huruf pun. Dia memilih larut kembali dengan lagunya.
[][][]
Caca memilih meja baca yang ada di lantai dua, sengaja karena di lantai tengah tidak se-sepi lantai atas dan tidak se-ribut lantai bawah.
Dia meletakkan dua botol minuman kaleng ke atas meja bersamaan dengan dia menjatuhkan bokongnya di bangku. Sendirian, bertemankan sebuah novel karya Tere Liye yang dia ambil secara acak di rak buku.
Baru membaca sub-bab awal di dalam novel super tebal tersebut, seorang pemuda berkemeja kotak-kotak menarik bangku di seberang.
Caca mengangkat kepala, tersenyum lebar begitu mendapati sosok pemuda itu tengah tersenyum kalem kepadanya.
"Nunggu lama kah?" Tanya Yahya.
Caca menggeleng, "nggak juga," lalu menggeser satu kaleng minuman miliknya kedepan Yahya, "pasti gerah banget keringat lo sampe bercucuran gitu, kesini naik apa?"
"Motor," jawabnya, tanpa sungkan Yahya langsung menenggak minuman yang Caca berikan, lalu mengusap keringat yang ada di pelipisnya.
Yahya mengeluarkan sebuah ponsel dari saku celananya, "ini punya kamu kan? maaf baru sempat aku balikin hari ini, soalnya kemarin aku nggak nemuin kamu di sekolah."
Caca mengangguk, jadi ini alasan Yahya nge-dm dia untuk mengajaknya ketemuan di sini?
"Kemaren gue nggak masuk," ucap Caca.
![](https://img.wattpad.com/cover/239820517-288-k321995.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Javanese Boys
Fiksi PenggemarSadam masih dengan dirinya yang labil dan ceroboh. Seseorang yang terlanjur mencicipi manisnya kebohongan. Bohong itu candu, nyaman tapi tidak aman. Dia ingin keluar dari zona nyaman, tapi nyatanya tidak semudah yang dia rencanakan. Yahya sudah ter...