020

21.1K 2.7K 71
                                    

Keesokan harinya merupakan hari Senin. Nina suka hari Senin, dibandingkan dengan siswa lain, Nina justru senang jika hari Senin tiba. Senin hari upacara, yang artinya ia akan berkumpul dengan siswa dari kelas lain. Dia kerap melakukan cuci mata kala ucapara berlangsung untuk melihat-lihat siswa laki-laki menarik dari kelas lain.

"Wih, Kak Arthur ikutan berdiri di depan," ujar salah seorang siswi yang berdiri di depan barisan Nina.

Nina pun menjinjitkan kakinya agar dapat melihat sosok Arthur di barisan depan kerumunan. Arthur dan para anak bandel lainnya tengah dihukum sebagai bahan tontonan di depan siswa lain yang mengikuti agenda ucapara.

"Widih, kaya di adegan Dilan gitu, Qor ...," bisik Nina pada Qory.

Qory mengangguk setuju. "Kak Arthur jadi Dilan, aku jadi Milea."

"Kamu mah Milenium bukan Milea."

Setelah selesai ucapara, para siswa diperkenankan masuk ke kelas masing-masing. Nina dan kawan-kawannya beramai-ramai ke kelas. Saat di pertengahan jalan, tiba-tiba mereka dicegat oleh kelompok kakak kelas, Nina kenal betul dengan kakak kelas tersebut.

"Gue denger lo kemarin dianter si Arthur? Wah, manjur juga pelet lo."

Nina memutar bola matanya mendengar ucapan Maura. "Kaya ada yang ngomong?"

"Cih, jawab pertanyaan gue!"

"Kalo iya kenapa? Masalah buat ngana?" tanya Nina dengan nada tak kalah ketus.

Teman Nina yang telah mencium bau-bau keributan pun menggenggam tangan Nina agar tidak memperkeruh suasana.

"Dasar cabe! Lo nggak tau kalo Arthur pacar Maura?" tanya salah satu teman Maura yang bernama Mia.

"Lah mana aku tau, lagian mau dia pacar Maura kek, pacar Awkarin kek ya bukan masalah aku!"

Maura semakin dibuat kesal dengan tanggapan adik kelasnya. Ia pun menendang tulang kering Nina hingga membuat gadis itu meringis kesakitan.

"Aish! Heh! Kurang ajar! Coba tanya sama guru lo, sopan kagak begitu?!" bentak Qory dengan lantang.

Sebelum aksi keributan mulai, Ayu dan Rita langsung menarik tubuh Nina dan Qory untuk pergi meninggalkan geng Maura. Begitu tiba di kelas Nina langsung menendang mejanya hingga berakhir kakinya sakit.

"Meja nggak salah apa-apa ditendang," ujar Ayu.

"Mejanya mirip Maura, jelek!"

"Udah biarin, Kak Maura emang begitu dari dulu," ujar Rita seraya meletakkan tasnya di atas meja.

"Cih, dasar cewek sok kecantikan!"

"Emang Kak Maura nggak cantik?" tanya Ayu.

"Ya ..., cantik si."

***

Sepulang sekolah, Nina seperti biasa pulang bersama dengan ketiga temannya. Ia awalnya ingin ikut bermain futsal dengan  Farhan dan yang lain, tapi teman-temannya sudah lebih dulu melarang karena Nina pasti akan lupa waktu jika sudah bermain bola.

"Aku dah beli kitab tajwidnya," pamer Nina sambil mengeluarkan kitab tajwidnya dari dalam tas agar teman-temannya melihat.

"Kok Nina masih ikut tajwid si?" tanya Qory bingung.

"Kan Nina masih awaliyah," sahut Ayu.

Nina mengangguk singkat lalu kembali memasukkan kitabnya ke dalam tas. "Kata Bu Nyai suruh beli daripada minjem punya alumni. Padahal enakan punya alumni, biar nggak keluarin duit."

"Tas kamu kok kaya berat banget, isinya apa aja?" tanya Rita.

Nina mengingat-ingat apa saja yang ia masukan ke dalam tas. "Aku abis pesen album Nct terbaru lewat HP si Putri, hari ini udah dateng. Kitab, buku tulis sama paket, celana olahraga, udah."

"Buset, pantesan dari tadi ngeluh lagi miskin, ternyata abis beli album Nct," ujar Qory.

Sembari berbincang dan bergurau selama perjalanan, tiba-tiba dua orang pengendara motor melintas dan menarik paksa tas Nina hingga membuat sang empu terhuyung ke belakang. Nina yang menyadari ia tengah dibegal pun berusaha mempertahankan tasnya hingga membuat tubuhnya terseret.

Setelah tas Nina berhasil lepas dari jangkauan Nina, tasnya pun langsung dibawa lari dan dikejar oleh Nina. Teman-temannya yang terkejut dengan tragedi tersebut berteriak agar Nina tidak mengejar begal tersebut. Sampai akhirnya sebuah mobil bak tengah melaju berhasil menabrak tubuh Nina yang tengah mengejar begal tersebut hingga ke tengah jalan.

"NINA!"

Sang supir yang terkejut karena baru saja melakukan tabrakan pun langsung panik dan melarikan diri. Sedangkan, kedua begal tadi sudah pergi membawa tas Nina. Nina sudah terkapar di jalan dengan darah yang keluar dari kepala dan tangannya.  Ketiga temannya langsung menghampiri Nina dan berteriak minta pertolongan. Tak sedikit yang melihat tragedi tersebut, para siswa yang ikut melihat pun langsung bergegas mengerubungi korban ada juga yang langsung menghubungi polisi dan ambulans.

"Ya Allah, Nina!" seru Farhan yang baru saja tiba dengan motor metiknya.

"Kak tolongin Nina, Kak!" seru Ayu sambil menarik pergelangan tangan Farhan dengan refleks.

Farhan mengangguk paham lalu membuka ponselnya untuk menghubungi pihak polisi. "Kak, aku udah hubungin polisi sama ambulans," ujar salah seorang siswi kala melihat Farhan hendak mengubungi pihak berwajib.

"Ah, ya. Makasih, ya. Ayo salah satu dari kalian biar gue anter ke pondok," titah Farhan seraya kembali menaiki motornya.

Ayu langsung mengajukan diri untuk ikut ke pondok. Setelah naik ke motor, Farhan langsung menyalakan motor dan melaju kencang menuju pondok pesantren.

Setibanya Farhan di pondok, Ayu langsung turun dan berlari kencang menuju ndalem untuk memberikan informasi kepada pihak ndalem. Begitu masuk, yang pertama kali ia lihat adalah Raka sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya dengan ditemani Rizki.

"Assalamualaikum, Mas."

"Wa'alaikumsalam."

"Mas, maaf banget lancang. Anu ..., Nina, Mas."

Raka mengerutkan keningnya bingung. Apalagi yang Nina perbuat hari ini, batinnya. "Nina kenapa?"

"Nina kecelakaan, Mas."

Sontak Raka langsung berdiri dengan ekspresi wajah terkejut. "Di mana?!"

"Di jalan pas mau sekolah, Mas. Bisa minta tolong hubungi pihak keluarga Nina nggak, Mas? Nina korban tabrak lari sama kena begal," terangnya dengan air mata yang sedari tadi membasahi pipinya.

Raka mengangguk paham lalu berjalan cepat menghampiri ayahnya. "Kamu bisa kembali, biar saya urus yang lain," ujarnya sebelum benar-benar pergi.

Ayu mengangguk paham lalu beranjak pergi dari kediaman Kyai Jo. Di luar masih ada Farhan yang menunggu Ayu.

"Mau ikut ke rumah sakit, nggak?" tanya Farhan.

Tanpa menyahuti ucapan Farhan, Ayu langsung menaiki motor Farhan. "Kak Farhan tau rumah sakitnya?" tanya Ayu.

"Cewe tadi udah kirim alamatnya," sahut Farhan seraya menyalakan motornya.

Ukhti Bar-Bar [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang