Raka menyibakkan rambutnya lalu mengenakan kemeja hitam guna menghadiri pernikahan Nina dan Arthur seperti yang direncanakan. Dengan berat hati pria jangkung itu harus mengikhlaskan belahan jiwanya bersama pria lain. Berhenti mengharap mungkin tidak akan sesulit ini, tetapi mengikhlaskan tak semudah membalikkan telapak tangan.
Ali mengetuk pintu kamar Raka. "Udah siap, Mas?" tanyanya.
Raka tersenyum kecil lalu menghadap Ali. "Ayo berangkat, pasti bentar lagi dimulai."
Ali pun turut sedih mendengar kabar bahwa Nina akan menjadi istri orang lain. Satu rumah turut sedih, tak hanya Raka.
"Sabar ya, Mas."
"Sabar itu udah prioritas," sahut Raka.
Perjalanan menuju hotel di mana tempat Nina dan Arthur mengikat janji terasa sangat lambat dan tampak kelam. Raka menyetir dengan tatapan kosong dengan tangan kirinya memegang tasbih digital miliknya agar tetap senantiasa berdzikir kepada Allah.
"Mas, lo keliatan pucet. Lo yakin mau tetep ke acara kawinan Nina?" tanya Ali.
Raka menggelengkan kepalanya pelan. "Santai, bentar lagi sampe."
Setibanya mereka di tempat, Raka langsung memarkirkan mobilnya dan masuk ke dalam guna mengikuti rangkaian acara yang digelar secara megah. Begitu masuk, Ali dan Raka disambut hangat oleh wedding organizer yang bertugas.
"MasyaAllah, orang kaya nikah sama orang kaya, nikahannya udah kek acara kerajaan," puji Ali begitu melihat interior design yang elegan dan terkesan mewah pada acara pernikahan Nina dan Arthur.
"Dah ayo masuk."
Raka tak banyak bicara selama acara, setelah ijab kabul dan serangkaian acara Raka hanya menatap datar dan sesekali mengusap ujung matanya yang agak berair. Tentu berat rasanya melepaskan sosok gadis yang ia pertahankan perasaannya selama dia belajar jauh dari tanah air, namun begitu pulang bukan kabar gembira yang ia dapatkan.
Tepat acara menyalami para pengantin, Raka berhenti tepat di hadapan Nina yang terlihat sangat cantik dengan gaun putih susu. Arthur juga terlihat gagah dengan balutan jas hitam sehingga membuat keduanya tampak serasi. Nina membalas tatapan Raka lalu menunduk.
"Semoga kamu bahagia, Nina."
"Aku jelas bahagia."
"Nina ...,"
***