Sudah berhari-hari Nina berbagi kamar dengan Luna. Berhari-hari itu pula Nina dibuat kesal terus-menerus. Luna di mata Nina adalah gadis yang selalu ngemis perhatian dari orang lain. Seperti sekarang ini, ketiga temannya sibuk berbincang dengan Luna dan mengabaikan Nina.
"Aku bingung Mbak mau mulai skincare dari mana? Soalnya aku biasanya cuman pake bedak bayi sama pelembab doang," ujar Luna dengan ekspresi wajah yang terlihat menyebalkan di mata Nina.
"Miskin si, mampunya beli bedak bayi doang," celetuk Nina sembari membaca buku novelnya di atas ranjang nomor tiga.
Luna melihat ke arah Nina dengan tatapan datar, Ayu yang melihatnya pun mengerutkan keningnya tetapi ia abaikan kembali. Mungkin Luna belum terbiasa dengan Nina, pikirnya.
"Aku makanya dipondokin tuh gara-gara sering nakal di sekolah, langganan masuk BK gitu, Mbak. Aku tuh bad girl banget di sekolah," ujar Luna.
Nina muak dengan ucapan Luna. "Nggak ada yang nanya tuh."
"Sama dong kaya Nina, dia juga dimasukin pondok gara-gara nakal," ujar Rita.
"Jangan samain aku sama Luna, kami jelas beda," bantah Nina. Sudah tak sanggup berlama-lama dengan Luna, Nina pun langsung melompat dari ranjang nomor tiga hingga lantai.
"Nina jangan begitu sama Luna," tegur Qory.
"Pick me pick me nanana."
Nina mengabaikan ucapan Qory dan memilih untuk bersenandung kecil menggunakan lirik lagu girlband asal Korea Selatan guna menyindir Luna.
Nina meninggalkan kamar dengan perasaan jengkel. Ia muak berbagi kamar dengan manusia seperti Luna. Nina pun memilih untuk pergi menuju pohon mangga kesayangannya untuk sekadar bersantai sembari menunggu waktu salat Ashar.
Dengan lincah Nina memanjat pohon mangga milik Kyai Jo. Ia menyandarkan kepalanya pada batang pohon yang besar.
"Udah mulia nggak pernah ketemu lagi sama si anak setan, eh malah ketemu lagi. Mana sifatnya nggak jauh beda sama yang dulu."
Luna merupakan mantan sahabat kecil Nina. Luna merupakan adik tingkat Nina yang gemar merengek dan meminta apapun pada orang lain. Seluruh kemauan dan permintaan Luna tidak ada yang bisa dibantah. Nina selalu memberikan apa yang Luna mau darinya dan juga harus mengikhlaskan dia dimarahi ibunya kala membuat Luna menangis. Sampai akhirnya mereka beranjak remaja, Luna pernah meminta untuk Nina memutuskan pacar Nina dan memberikan untuk Luna.
"Aku nggak maulah putus sama si Adit!" tolak Nina mentah-mentah sembari menepis kasar tangan Luna yang bergelayut di tangannya.
Luna tampak menahan tangisnya. "Aku suka sama Kak Adit, please ikhlasin dia buat aku Nin."
"Makin lama kamu makin ngelunjak, aku nggak bisa diemin terus! Kita tuh udah gede, aku nggak bisa gitu aja ngasih apa yang aku punya!"
Luna pun mulai menitikkan air mata, perlahan tangisannya semakin kencang hingga membuat orang-orang yang berada di taman melihat ke arah mereka.
"Nina jahat!"
"Anjing."
Nina menggelengkan kepalanya guna menghilangkan ingatannya semasa SMP bersama Luna. Mengingatnya saja Nina sudah kesal. Nina kesal bukan karena Luna ingin merebut pacarnya, tetapi tingkah Luna yang selalu ingin merebut apa yang Nina punya seperti perhatian orang tua Nina, sahabat, dan juha perhatian orang lain.
"Yang kaya Luna mah halal kali buat dislebew."
"Gila lo, Nin?"
Nina mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Ali, laki-laki itu tengah menatap heran ke arah Nina yang sedari tadi berbicara sendiri di atas pohon sore-sore.