18: Familiar Hugs

253 34 8
                                    

Kinar menuruni tangga dengan tenang. Suara obrolan dari ruang makan membuat langkah kakinya terhenti sejenak.

Jangan salah, posisi tangga dan ruang makan tidak terlalu dekat, tapi mendengar dari suara tawa yang cukup keras, Kinar bisa tau dengan siapa Papa sekarang.

Kinar berusaha mengabaikan, berusaha tuli dari suara-suara penuh bahagia yang kini mengudara sampai ke telinga. Kakinya dengan segera menuruni tangga, kemudian berlari menuju pintu.

Tidak, Kinar tidak akan menangis. Ia tidak akan membiarkan air matanya jatuh sia-sia karena orang-orang yang bahkan keberadaannya sudah Kinar anggap mati. Mereka masih hidup, raga mereka masih berdiri tegak. Namun bagi Kinar, mereka bukan lah apa-apa selain pengingat betapa tidak beruntungnya dia selama ini.

Tawa mereka seperti lagu kematian yang siap mengantar Mama pergi kapan saja. Senyuman mereka seperti doa yang siap menemani Mama menjemput ajalnya. Dan karena itu, Kinar bersumpah pada dirinya sendiri, sampai kapanpun, Kinar tidak akan pernah merelakan seinci pun dari dirinya memaafkan mereka.

Matanya terasa perih. Tetesan itu akan jatuh jika Kinar mengerjapkan mata sekali saja. Karena itu, Kinar segera bergegas menuju pagar. Mengabaikan Mang Ujang yang mengucapkan selamat pagi padanya. Biasanya Kinar akan menyempatkan setidaknya beberapa menit untuk mengobrol dengan satpam rumahnya itu sebelum berangkat sekolah. Namun dengan emosi yang kini seperti ingin meledak, Kinar tidak akan mempercayai mulutnya untuk tidak mengeluarkan kalimat umpatan.

Dan ketika matanya menoleh ke arah garasi rumah, sebuah mobil asing terparkir di sana. Mengisi satu spot yang sudah kosong selama hampir dua tahun terakhir.

Di luar pagar, sudah tampak sosok Sam dan motornya. Berbalut jaket kulit warna hitam, pacarnya itu memangku dua buah helm.

Kinar mengangkat kepala, membalas pandangan Sam. Senyum cowok itu membeku ketika menemukan wajah Kinar yang tampak merah padam, dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Tanpa bertanya, Sam menaruh dua helm itu di atas motor. Bergegas mendekati Kinar dan memeluk tubuh gadis itu dengan erat.

Tidak ada dari keduanya yang saling berkata-kata. Satu-satunya yang Sam lakukan hanya mengeratkan tangannya melingkari tubuh Kinar. Sam mencium puncak kepala Kinar, membaui harum stroberi yang menguar dari shampo yang pacarnya gunakan.

Kinar hanya diam, menggenggam erat kepalan tangannya di jaket Samuel yang melapisi punggung lebarnya. Hidungnya menghirup dengan rakus parfum yang Sam kenakan. Rasanya begitu menenangkan, dan Kinar tau dirinya tidak akan pernah bosan.

"Semua bakal baik-baik aja. 𝘠𝘰𝘶 𝘩𝘢𝘷𝘦 𝘮𝘦, 𝘉𝘢𝘣𝘺. 𝘠𝘰𝘶'𝘳𝘦 𝘯𝘰𝘵 𝘢𝘭𝘰𝘯𝘦." Suara Sam tenggelam di atas kepala Kinar. Membuat gadis itu semakin menenggelamkan wajahnya di dada Samuel.

"𝘌𝘷𝘦𝘳𝘺𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨'𝘴 𝘩𝘶𝘳𝘵, Sam. 𝘐𝘵 𝘱𝘩𝘺𝘴𝘪𝘤𝘢𝘭𝘭𝘺 𝘢𝘯𝘥 𝘮𝘦𝘯𝘵𝘢𝘭𝘭𝘺 𝘩𝘶𝘳𝘵 𝘮𝘦. 𝘐 𝘥𝘰𝘯'𝘵 𝘬𝘯𝘰𝘸 𝘩𝘰𝘸 𝘵𝘰 𝘮𝘢𝘬𝘦 𝘪𝘵 𝘨𝘰 𝘢𝘸𝘢𝘺." bisiknya lemah.

"𝘐 𝘬𝘯𝘰𝘸, 𝘉𝘢𝘣𝘺. 𝘉𝘶𝘵 𝘐 𝘬𝘯𝘰𝘸 𝘪𝘵 𝘸𝘰𝘯'𝘵 𝘭𝘢𝘴𝘵𝘴 𝘧𝘰𝘳𝘦𝘷𝘦𝘳. 𝘌𝘷𝘦𝘳𝘺𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘴 𝘢𝘯 𝘦𝘯𝘥, 𝘴𝘰 𝘥𝘰𝘦𝘴 𝘺𝘰𝘶𝘳 𝘱𝘢𝘪𝘯." Ujar Sam penuh kelembutan. "Dan aku bakal tetap di sana selama yang kamu inginkan. Aku nggak akan ninggalin kamu kecuali kamu yang minta."

Mendengar kalimat terakhir Sam, Kinar menggelengkan kepala dengan cepat. Kinar tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Sam pergi. Bahkan memikirkannya saja membuat dadanya terasa sakit.

DisenthrallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang