8: Tears of Her Eyes

373 78 8
                                    

Then I cross a bridge for
Over million reasons to hold on
Hide away with me
Walk away with me
Then we cross a bridge for
Over million troubles to meet
Nothing is easy

Savina & Drones - the Glass Bridge

◆◇◆

[K I N A R]

Hujan datang dengan lebat ketika bel pulang berdering. Gue berdecak, merasa kesal pada cuaca yang dengan bebasnya berubah-ubah. Pagi tadi, ketika gue berangkat, cuaca bahkan terhitung terik. Namun, siapa yang bisa menjamin jika beberapa jam setelahnya, hujan turun sederas ini.

Menyadari nggak punya pilihan lain, gue terpaksa lari ke arah halte bus. Menunggu hujan reda sekaligus bus yang mungkin beberapa menit lagi akan datang. Seragam osis yang gue kenakan basah di bagian depan. Gue menghela napas lega karena pagi tadi, gue memutuskan mengenakan kaus tambahan. Seenggaknya, gue nggak mempermalukan diri sendiri dengan menunjukkan pakaian dalam yang gue kenakan.

Jarum jam menunjukkan pukul empat sore. Jalanan di depan gue tampak ramai dengan lalu lalang kendaraan. Suara klakson memenuhi telinga, tapi tetap tidak menghalangi gue untuk terjun dalam lamunan.

Sebuah mobil berhenti di depan gue tak lama setelahnya. Ketika kaca jendela diturunkan, terlihat wajah Sam yang duduk di kursi kemudi.

"Hi there, Pumpkin," ucapnya. Dan lagi, gue memilih diam. Ucapan gue tempo hari masih menyisakan rasa bersalah, tapi harga diri gue terlalu tinggi untuk meminta maaf. "Gue rasa, bus terakhir udah lewat. Gue bisa nganter lo pulang kalau lo nggak keberatan."

Seperti biasa, cowok itu berkata kasual dan tenang. Gue jadi penasaran bagaimana jika cowok ini marah.

"No, but thanks, no."

"Oh, C'mon," Sam berkata sembari tertawa kecil. "Hujan kayak gini nggak bakal reda dalam waktu dekat. Seragam lo basah, gue nggak mau lo kedinginan, apalagi sampai sakit."

What the hell was that supposed to mean?

"I'm good, Samuel." Gue membalas tenang. Berusaha menyembunyikan gigil yang mulai merayap di sekujur tubuh.

"Pumpkin, gue nggak harus keluar mobil dan menggendong lo dengan paksa, kan?"

Ide bahwa Sam menggendong gue adalah ide terakhir yang akan gue inginkan untuk jadi nyata. Gue menggeleng cepat. "Nggak."

"If that so, get in." Sam menuding ke arah kursi penumpang dengan dagu, memberi kode supaya gue naik.

Gue menghela napas, memutuskan mengalah dan berjalan menuju pintu penumpang. Rasa bersalah mendera batin gue ketika merasakan tetesan air hujan memenuhi passenger seat.

"Mobil lo bakal basah."

"That's fine. It's just water, Kinar." Cowok itu terkekeh. Kemudian membawa mobil tersebut melaju membelah derasnya hujan dan berbaur dengan lalu lalang kendaraan.

[][]

"Lo tinggal di sini?" Nada kagum tersemat ketika cowok itu bertanya. Tangan gue yang semula hendak membuka pintu dan keluar pun terhenti, beralih menatap cowok yang kini duduk di kursi kemudi. Gue hanya membalas dengan anggukan.

"Dan lo sekolah naik bus?"

"Ya," gue menatapnya tidak mengerti. "Ada yang salah?"

"No," cowok itu menggeleng kaku. "Not at all."

DisenthrallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang