15: T H E Confession

360 58 17
                                    


Sekarang, Kinar berada di salah satu bilik kamar mandi siswi setelah Samuel menciumnya hingga Kinar sadar dan berlari untuk bersembunyi seperti seorang pengecut. Dadanya berdegup kencang seolah jantungnya ingin melompat keluar dari rongga dada. Kinar masih dapat merasakan sisa-sia ciuman itu di bibirnya.

Sam menciumnya.

Sam mengambil ciuman pertamanya.

Dan yang lebih gila, Kinar ingin marah bukan karena Sam mencuri ciumannya. Percaya, deh, Kinar bukan orang yang menjunjung tinggi moralitas hingga menganggap ciuman itu melanggar moral ataupun norma. Kinar justru ingin marah karena… karena dia nggak menyesal.

Gila nggak tuh.

"Gue udah gila!" Kinar menjambak rambutnya, berharap memori tentang bagaimana bibir lembut milik Sam beradu dengan miliknya dapat hilang dari kepala. "Gue udah gila!"

Kinar keluar dari bilik, mendapati hanya dirinya yang berada di sana. Ia berjalan menuju wastafel. Menatap pantulan wajahnya di cermin, Kinar mendapati bibirnya yang masih memerah. Sialan. Rambutnya acak-acakan karena ia jambak berkali-kali saking frustrasinya.

"Lo," Kinar menuding ke arah gadis yang berada di dalam cermin. "Lo baru aja kehilangan ciuman pertama lo. Harusnya lo nyesel! Lo denger gue, nggak? Harusnya lo tuh nyesel!"

Nggak ada jawaban yang keluar. Kinar kembali bicara. "Kenapa gue nggak nyesel? Samuel sialan! Bisa-bisanya dia nyium gue tanpa ijin!"

Akui aja lo suka. Batinnya mengejek. "Nggak! Gue nggak suka!"

Yah, yah, terus aja ngomong begitu.

Kinar terdiam sesaat, kembali menatap ke arah cermin. Matanya sayu, dengan kelopak mata yang hampir mirip kantung teh karena ia kurang tidur. Bibirnya pucat tanpa sentuhan liptint. Dan wajahnya… wajahnya terlihat begitu lelah.

You are matter to me.

Kalimat Sam bergema di kepalanya, membuat ada setitik rasa hangat muncul tanpa Kinar terka. Sesuatu yang sedikit membuatnya nggak nyaman, namun anehnya, Kinar tidak keberatan.

Kinar menghela napas, membasuh wajahnya dengan air dingin. Berharap hal itu sedikit mampu membuatnya terlihat lebih segar. Tapi, siapa yang coba ia bohongi? Wajahnya yang bersih tanpa sapuan make up akan tetap terlihat pucat seperti mayat hidup.

Kinar menatap jam dinding yang berada di sudut kamar mandi. Jarum pendek menunjukkan pukul 12 siang kurang 10 menit. Jam istirahat kedua masih akan berlangsung sampai 25 menit ke depan, membuat Kinar memutuskan untuk pergi ke kantin dan mencari makan siang.

Memasuki kafetaria sekolah, sudah ramai murid memenuhi seisi ruangan. Beberapa masih mengantri, namun tidak sepanjang itu hingga Kinar mampu menghembuskan napas lega.

"Nasi goreng satu porsi sama… jus jeruk." Kinar berkata sesopan mungkin.

Usai mendapat pesanannya, Kinar menggumamkan kata terima kasih dan berbalik, mencari bangku yang masih kosong.

Ia mendapati Raka dan teman-temannya berada di meja mereka. Meja berisikan anak-anak yang bisa dibilang populer, berada di tengah-tengah ruangan kafetaria, seolah menegaskan bahwa perhatian seisi kafetaria akan terpusat ke arah mereka. Kinar sempat mengernyit, tidak mendapati sosok Samuel berada di sana.

Memilih nggak peduli, Kinar menatap ke seantero ruangan. Matanya menyipit, tidak mendapati satupun meja yang kosong. Kecuali salah satu meja di sudut kantin, yang kini ditempati seorang gadis. Sendirian.

Tanpa berpikir panjang, Kinar berjalan ke arah meja tersebut. Tidak mengindahkan beberapa tatapan yang ia terima dari murid-murid yang ia lewati.

"Gue boleh duduk di sini?" Oke, jangan salahkan Kinar kalau suaranya tidak terdengar seramah yang ia inginkan. Karena semua orang sepertinya tau kalau Kinar dan kata ramah nggak seharusnya berada di satu kalimat.

DisenthrallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang