I'm looking for a place
I'm searching for a face
Is anybody here I know
'Cause nothing's going right
And everything's a mess
And no one likes to be aloneI'm With You - Avril Lavigne
◆◇◆
03.00
Kinar mengerjap pelan ketika matanya menoleh ke arah jam yang menempel di sudut kamar. Malam sudah melewati puncak, namun matanya masih belum juga merasakan kantuk.
Puntung rokok memenuhi asbak yang tergeletak di meja balkon kamar. Abunya sedikit berserakan akibat tertiup angin. Seharusnya ia tidur saat ini, menyadari bahwa kurang dari empat jam, ia masih harus datang ke sekolah.
Udara terasa dingin, bahkan hoodie yang ia kenakan tidak membantu sama sekali.
Ia menutup mata. Ingatannya ditarik kembali menuju masa beberapa jam yang lalu. Samuel. Samuel Ashton. Pemuda itu mengantarnya saat jarum jam hampir mendekati pukul sepuluh malam. Awalnya, dia memaksa Kinar untuk menginap, tapi tentu saja Kinar menolak.
Ditemani seseorang seperti Samuel bukanlah sesuatu yang buruk. Terlepas dari penampilannya, Sam jelas bisa dibilang teman mengobrol yang cukup seru.
Namun jelas, itu tidak lantas membuat Kinar menetap.
Kadang ia berpikir bahwa kehidupan selalu menyimpan kejutan disaat kita tidak pernah mengharapkannya sama sekali.
Tidak pernah sekalipun terbesit dalam benak akan ada seseorang yang peduli padanya setelah sekian tahun. Terlebih lagi dia yang datang dari lawan jenis. Pemikiran bahwa dirinya harus berinteraksi dengan mereka yang berlawanan jenis dengannya membuat Kinar merinding. Selama 17 tahun ia hidup, Kinar tidak pernah benar-benar dekat dengan laki-laki, termasuk Papa.
Kecuali Raka, batinnya menyahut.
Tapi Raka berbeda. Kinar mengenalnya karena Raka adalah teman dekat Marsela, yang dulu juga sempat menjadi satu-satunya manusia di muka bumi yang pantas ia beri label sebagai teman. Sayangnya, kejadian lebih dari setahun lalu mengubah segalanya. Kinar tidak lagi memiliki keinginan untuk mendekati Sela. Acap kali mereka bertemu, satu-satunya yang muncul di permukaan adalah amarah, dan kecewa.
Kemudian, seorang Samuel Ashton, siswa pindahan dari Manchester mendekatinya. Bertanya bagaimana keadaannya seolah mereka sudah berteman lama. Kinar merasa aneh, lebih lagi tidak tau bagaimana harus bereaksi acap kali pemuda itu menunjukkan kepedulian padanya. Kinar berusaha memberi respon paling ramah yang ia bisa, meskipun berakhir dengan kalimat yang juga sama tidak enaknya untuk didengar.
Pemuda itu selalu muncul disaat Kinar berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Jika dia tidak salah hitung, sudah tiga kali Sam melihatnya menangis. Dan Kinar cukup merasa malu karena itu. Tidak, Kinar tidak berpikir bahwa menangis adalah tanda kelemahan. Namun, bukan berarti dia akan dengan senang hati menunjukkan tangisannya di hadapan orang lain.
Samuel tidak pernah mendesak dan bertanya kenapa ia menangis. Pemuda itu hanya akan diam, duduk dengan tenang di sebelahnya.
"Damn you, Samuel!"
[][]
"Hey! Need a ride?"
Pagi ini, Kinar kembali duduk di halte, menunggu bus guna berangkat ke sekolah. Dirinya tengah melamun ketika sebuah mobil yang sudah ia ketahui pemiliknya berhenti tidak jauh dari tempatnya duduk.
Kinar memutar bola matanya bosan, menghela napas kesal kemudian menggeleng lemah tanpa sepatah katapun keluar sebagai jawaban.
"Oh, c'mon, Pumpkin," Sam merajuk. "Berangkat sekolah bareng sama gue nggak ada ruginya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Disenthrall
Teen Fiction(v.) set free Sedari dulu, ia sadar bahwa tawa dan bahagia tidak pernah berlaku dalam hidupnya. Sedari dulu, ia percaya bahwa pada akhirnya, dia adalah satu-satunya yang dapat dia percaya dan harapkan untuk bertahan. ...