Pukul 11 malam, Kinar berlari dengan terburu ke pintu keluar, rumah sudah dalam keadaan sepi. Papa mungkin sudah pergi tidur, begitu juga ARTnya. Tidak masalah, Kinar jadi bisa keluar rumah tanpa perlu menjawab pertanyaan yang tidak perlu.
Ia berlari keluar gerbang, melempar sebungkus rokok yang biasa ia simpan sebagai stok ke arah Mang Ujang, penjaga gerbang rumahnya. "Sogokkan dari aku, Mang. Jangan ngomong siapa-siapa loh ya."
"Lho Non Kinar mau kemana? Ini sudah mau tengah malam, lho. Besok sekolah."
Bahkan pekerja di rumahnya saja jauh lebih peduli kondisi dan jadwalnya daripada Papa. Dan dia bilang bahwa dia peduli? Lucu. Kinar menggeleng, menghapus pikiran-pikirannya yang berusaha mengasihani diri sendiri. Sekarang bukan waktunya untuk meratapi kehidupannya yang menyedihkan.
"Ada urusan, Mang. Keluar dulu ya. Mungkin aku balik nanti pagi sebelum orang rumah bangun, oke?"
Mang Ujang hanya menggeleng, namun tidak bisa berbuat apapun untuk dapat menghentikan anak majikannya ini. Toh walaupun dia mencoba, Kinar tidak akan mengubah pikirannya.
Kinar segera berlari keluar gerbang, berjalan menuju mobil sedan warna putih keluaran terbaru yang terparkir tidak jauh dari gerbang rumahnya. Ia mengetuk kaca hitam dari sisi kursi penumpang, ketika kaca itu diturunkan, Kinar mendapati Sam yang kini duduk di kursi kemudi. Sebuah senyuman terpatri di wajahnya yang masih kelihatan segar, meskipun sekarang hampir tengah malam.
"I bring some coffee," katanya riang, tangannya mengangkat sebuah benda lonjong berwarna silver, memperlihatkannya pada Kinar. Kinar hanya mengangguk kemudian bergegas membuka pintu mobil penumpang dan masuk. Sebelum ia sempat memasang sabuk pengaman, Sam sudah lebih dulu menariknya, mencium bibirnya seperti mereka lama tidak bertemu. Kinar membalas ciuman itu, meraba rahang tegas Sam dan merasakan wajah halusnya.
Sam melepas ciuman lebih dulu, memberikan keduanya kesempatan untuk bernafas, ia mengistirahatkan dahinya ke dahi Kinar, kedua tangan lebar Sam belum juga melepas tangkupannya di wajah Kinar.
"Hi," Sam berbisik pelan. Nafasnya berhembus ke bibir Kinar. Rasanya hangat.
"Hi yourself," Kinar membalas. Sebelum merangsek mundur untuk memasang sabuk pengaman. Tangan Sam kembali memegang kemudi, namun cowok itu belum juga menghidupkan mobil.
"Oke, sekarang kita mau kemana?" Sam bertanya bersamaan dengan mobilnya yang kini berjalan menyusuri jalan di komplek perumahan Kinar. Suasana sudah begitu sepi, mengingat sekarang sudah hampir tengah malam dan besok adalah hari Jum'at. Sehari tersisa sebelum akhir pekan.
"Nggak tau, kemana aja terserah."
"Wow wow wow," Sam membalas dengan wajah dipenuhi humor, "jangan jawab begitu dong, nanti aku bawa kamu ke hotel tau rasa."
"Kamu nggak bakal berani, Sam." Kinar berkata tenang, melirik ke arah cowoknya tidak peduli.
Sam terdiam sebentar, lalu mengangguk pada dirinya sendiri. "Bener juga."
Sam membawa mobil itu ke jalan raya, bahkan malam yang hampir berada di puncaknya tidak membuat Jakarta sepi. Kota ini seperti tidak pernah tidur, selalu saja ada hiburan yang bisa orang-orang cari, tidak peduli hari dan sudah selarut apa malam berlalu.
Kinar menidurkan kepalanya ke kaca mobil, menatap lalu lalang kendaraan yang mereka lewati. Lampu-lampu jalanan dan gedung-gedung tinggi yang menciptakan gradasi unik dan cantik. Anehnya, hal itu membuatnya tenang. Mungkin karena sedari kecil, Kinar tumbuh di pusat kota. Hingga dia akrab dengan apapun yang perkotaan sediakan untuknya. Termasuk polusi dan kemacetan saban hari yang tidak pernah gagal membuatnya naik darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disenthrall
Teen Fiction(v.) set free Sedari dulu, ia sadar bahwa tawa dan bahagia tidak pernah berlaku dalam hidupnya. Sedari dulu, ia percaya bahwa pada akhirnya, dia adalah satu-satunya yang dapat dia percaya dan harapkan untuk bertahan. ...