5: Cups of Coffees and Bunch of (stupid) Words

435 81 4
                                    

'Cause we happen to be feeling alright
Whatever happens got this feeling I like
And it's happening to hurt you
And we're not even on drugs

Here With Me - Elina

◆◇◆

Kinar mengusap tepi cangkir berisi kopi latte yang masih mengepulkan asap dengan ibu jari. Jari tengahnya sibuk mengetuk dinding luar cangkir yang kini berada di dalam genggaman kedua tangannya. Ia menatap cairan itu kosong. Kinar tahu, kedua mata milik seseorang yang kini duduk di seberang meja masih menatapnya. Dapat ia rasakan tatapan itu seolah menciptakan lubang di puncak kepala.

"Uhm…" Sam berusaha menghilangkan suasana canggung di antara mereka. Terdengar konyol dengan berpura-pura terbatuk, ia tahu. Sam bukanlah orang yang susah membangun obrolan, sebetulnya. Acap kali bertemu orang, ia tahu bagaimana caranya membuka topik, atau meskipun ia harus diam, Sam sadar diam yang tercipta bukanlah jenis yang saat ini sedang ia hadapi. Namun, bersama Kinar, ia dapati jenis diam yang kaku dan merepotkan.

"So, Kinar…" Kinar mendongak, menatap penuh ekspektasi ke arah Sam yang kini duduk seperti tidak nyaman. Alisnya terangkat sebelah, menunggu cowok itu meneruskan ucapannya. "... lo bilang ini pertama kalinya lo datang kesini. Apa yang biasanya lo lakukan diwaktu luang? Lo tau, abis pulang sekolah, atau pas akhir pekan…"

Alis Kinar semakin terangkat, berusaha mencerna pertanyaan yang cowok di hadapannya lontarkan. "Your question was pretty basic, you know that?"

Sam sedikit menundukkan kepala, menatap cangkir berisi cairan hitam di hadapannya. Senyuman tipis terpatri di bibir, kepalanya kembali mendongak, masih dengan senyuman yang ia pertahankan, "believe me, I know."

Kinar menggeleng pelan. "Well, nggak ada yang menarik, sejujurnya."

"Keberatan kalau gue ingin lo menjelaskannya lebih rinci?"

Kinar mengangkat bahu tak acuh. Pertanda bahwa ia tidak sepenuhnya peduli jikapun Sam tau. "Nggak juga. Gue hanya akan diam di rumah, di kamar lebih tepatnya."

"Dan yang lo lakukan adalah…?" Sam menyahut penuh rasa penasaran.

"Nothing."

"Nothing?" Kini, giliran Sam yang mengangkat sebelah alisnya tidak mengerti.

"Kalau lo menghitung melamun sebagai kegiatan yang menarik, well, you got your answer there."

Mendengar jawaban Kinar menciptakan ekspresi kagum terbayang di wajah Sam, masih dengan senyum tipis yang entah bagaimana membuat wajah Kinar memanas. Matanya beralih kemanapun, asalkan bukan ke arah dimana mata coklat gelap milik Sam yang kini menatapnya.

"Lo punya banyak hal yang lo pikirkan, ya?" Sam kembali menarik perhatian Kinar, memaksa gadis itu untuk mengalihkan perhatian padanya. "Gue hampir nggak pernah menemukan hari dimana lo nggak melamun semenjak gue kenal lo."

"Lo belum lama kenal sama gue." Kinar membalas datar. Menyadari bahwa nadanya agak menyinggung, Kinar menambahkan, "dan lo nggak perlu alasan spesifik buat melamun."

Sam terdiam sesaat dan mengangguk mengerti, "gue tahu."

Keduanya kembali tenggelam dalam diam. Selama hampir sepuluh menit, tidak ada dari mereka yang berusaha untuk kembali membuka obrolan. Hingga tak lama kemudian, pesanan datang. Diikuti oleh ucapan terima kasih dan senyuman tipis mengiringi kepergian pramuniaga yang mengantar pesanan mereka.

Kinar dan Sam menikmati menu mereka masing-masing dalam diam. Bedanya, diam yang tercipta di antara mereka bukanlah diam yang kaku dan tidak nyaman.

DisenthrallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang