Setiap perubahan membawa tanya
Benarkah? Salahkah?
Terlalu banyak orang berubah
Karena semuanya juga berubahSeperti Mereka - Hyndia
◆◇◆
"Marsel, bisa bantu Mama rapikan meja makan?"
Sela yang semula tengah fokus di hadapan layar monitor komputer miliknya sontak menoleh ke arah pintu kamar yang masih tertutup. Ketukan pada daun pintu dan suara Mama membuat perhatiannya terpecah selama sejenak.
"Iya."
Matanya sekali lagi menoleh ke arah layar monitor, memandang foto yang kini tampil memenuhi hampir seluruh layar. Napasnya terhela berat, seperti ada sesak yang menyumpal dadanya.
Kakinya berjalan perlahan menuruni tangga menuju lantai bawah, di mana dapur dan ruang makan berada. Ketika memasuki pintu dapur, Sela mendapati Mama yang kini tengah disibukkan dengan urusan memasak. Sela berhenti beberapa saat untuk mengamati sang Mama.
Kenapa, Ma? Kenapa?
Tanya yang tidak akan pernah ia dapatkan apa jawabannya. Tanya yang tak akan pernah dipedulikan oleh Mama. Tanya yang tak akan pernah bisa untuk Sela ungkapkan pada Mama setelah setahun lamanya.
Ia menarik napas untuk melegakan dadanya yang terasa menyempit, kemudian berkata, "Mama masak apa?"
"Oh, kamu udah di sini?" Kepala Mama menoleh diiringi senyum simpul. "Telur balado. Papa kamu kan suka. Makanya Mama minta kamu bantuin buat rapiin meja makan. Soalnya Mama mau masak agak banyak hari ini untuk makan siang."
"Dia datang?"
Tangan Mama yang semula berniat untuk memotong sayur di atas tatakan pun terhenti. Wanita berusia kepala tiga itu menoleh pada sang Anak. "Berhenti menyebut "dia", Marsel. Bisakah kamu membiasakan diri memanggilnya Papa?"
Ada sorot enggan yang memancar dari iris mata Sela. Ia tau bahwa Mama pasti menyadari itu dengan pasti meskipun mulutnya tidak membalas pertanyaan yang Mama ajukan. "Mama tau itu pasti sulit buat kamu terima. Tapi, sekali ini saja, bersikaplah selayaknya seorang anak pada ayahnya."
"Ma..."
"Marsel, Mama mohon sama kamu."
"Aku nggak bisa." Ucapannya sontak membuat Mama menahan napas beberapa detik. "Mama masih ingat apa yang aku bilang dua tahun lalu? Kata-kataku masih berlaku, Ma. Dan akan selalu begitu."
Sela berniat untuk berbalik dan kembali ke kamarnya. "Marsela..."
Panggilan Mama sukses membuat langkahnya terhenti, namun belum cukup untuk membuatnya berbalik. Kepalanya sedikit menoleh sembari berujar, "maafin Marsel, Ma."
Setelahnya, ia kembali menaiki anak tangga menuju kamar. Melewatkan makan siang istimewa karena kedatangan seseorang.
[][]
Kinar tidak benar-benar suka keluar rumah.
Sejujurnya, meskipun kegiatannya di dalam kamar hanya seputar tidur, menonton ulang film-film lama yang mungkin tidak benar-benar ia perhatikan, atau sekedar melamun di balkon kamar ditemani kepulan asap rokok yang terbakar, dirinya tidak pernah merasa bosan.
Hal itu karena sesederhana ia tidak memiliki teman untuk diajak sekedar berkeliling kota. Tidak punya tempat yang cukup ia kenal untuk menghabiskan waktu di akhir pelan. Paling-paling hanyalah rumah makan cepat saji kebanggaan sejuta umat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Disenthrall
Fiksi Remaja(v.) set free Sedari dulu, ia sadar bahwa tawa dan bahagia tidak pernah berlaku dalam hidupnya. Sedari dulu, ia percaya bahwa pada akhirnya, dia adalah satu-satunya yang dapat dia percaya dan harapkan untuk bertahan. ...