(10)

11K 1K 37
                                    

Kusentuh bagian bawah gaun strapless yang kukenakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kusentuh bagian bawah gaun strapless yang kukenakan. Permukaannya begitu lembut. Jahitannya pun rapi tanpa cela. Gaun keluaran butik ternama memang tidak dapat dibandingkan dengan gaun-gaun yang dijual massal di department store.

"Cocok, Mbak. Ini tinggal ngecilin dikit di bagian dada supaya nggak gampang merosot," kata staf butik yang menemaniku ke ruang ganti. Tangannya dengan cekatan menjepit bagian belakang gaun sekaligus menandai bagian mana saja yang perlu diperbaiki.

Jemariku menyusuri bagian pundak yang terbuka. Awalnya, aku sempat tidak percaya diri saat staf butik membawakan gaun ini untukku. Namun setelah kuperhatikan, gaun ini membingkai tubuhku dengan anggun.

"Gimana? Pas?"

Aku menoleh ke sumber suara. Mataku membelalak tidak percaya. Tidak kusangka sang desainer akan menemuiku langsung.

"Hei. Aku Arumi." Perempuan itu mengulurkan tangan. Senyumnya merekah indah.

Aku menyambut tangannya dengan sungkan. Ternyata versi aslinya jauh lebih cantik daripada yang sering kulihat di televisi dan internet. Rasa percaya diriku kembali menipis ketika melihat pantulan diriku di cermin.

"Lail," ucapku canggung. Aku masih terpesona dengan penampilan Arumi Kinanti yang sangat fashionable. Menurutku, dia lebih cocok menjadi seorang model daripada desainer.

"Syukurlah, kalau pas." Arumi memeriksa gaun yang kukenakan. "Aku sempat khawatir gaunnya nggak cocok denganmu. Coba Raf ngabarinnya nggak mendadak, aku bisa rancangin gaun khusus buat kamu."

Dari gaya bicara Arumi, tampaknya dia sudah lama mengenal Raf. Mungkinkah dia juga kenal dengan Maya Angela, mantan pacar Raf yang akan menikah besok?

Arumi menoleh pada stafnya. "Raf ada di luar?"

"Iya, Mbak."

"Oke. Sekarang, coba kita tanya pendapatnya." Arumi menarik tanganku untuk mengajak ke ruang tunggu.

Posisi Raf masih sama dengan saat tadi aku meninggalkannya ke ruang ganti. Duduk tegak di sofa dengan kepala tertunduk. Jemarinya bergerak lincah di atas layar ponsel yang digenggamnya.

"Raf. Ada yang kurang nggak menurutmu?" tegur Arumi.

"Wait a minute. Bentar lagi gue menang." Raf tetap fokus pada ponselnya. Beberapa anak rambut yang lepas dari kuciran jatuh menjuntai menutupi keningnya ketika kepala Raf bergerak.

Arumi memutar bola mata. "Boys will be boys," bisiknya kepadaku.

Aku menyimpul senyum dan mengangguk sebagai tanda setuju. Adik lelakiku pun selalu begitu ketika tengah asyik bermain.

"Jadi, kalian ketemu di mana?" Arumi menatapku dengan sorot mata penuh rasa ingin tahu.

"Ibu kami kebetulan berteman."

Rebound Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang