(33)

9.4K 871 42
                                    

Aku refleks mengernyit saat merasakan sebuah benda dingin menyentuh kening

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku refleks mengernyit saat merasakan sebuah benda dingin menyentuh kening. Mataku terbuka lebar seketika dan sosok Raf menjadi pertama yang kulihat.

"Sorry, gue nggak bermaksud bangunin lo." Raf terlihat kikuk.

Tanganku terangkat menyentuh kening dan menemukan plester kompres menempel erat di sana. 

"Lo demam. Jadi gue beliin itu," terang Raf tanpa kuminta. Nada bicaranya terdengar lembut, tapi aku masih merasa dia sengaja menjaga jarak denganku.

Aku menumpukan berat tubuh ke kedua telapak tangan, berusaha mendorong tubuhku untuk bangkit. Raf bergerak maju, terlihat hendak membantuku. Namun saat melihatku telah berhasil duduk, dia kembali mundur dan berdiri canggung menatapku. Dari gestur tubuhnya, Raf tampak ragu, seakan tidak tahu apa yang harus dia lakukan dan katakan. Apakah memang sudah sejauh ini jarak kami? Sampai-sampai Raf jadi penuh pertimbangan sebelum bertindak. Raf yang kukenal tidak seperti ini. Biasanya dia selalu punya cara untuk mencairkan suasana.

"Lo mau makan? Gue sudah beliin soto ayam kesukaan lo. Tinggal gue angetin." 

Amarah yang menyelimutiku selama beberapa hari terakhir kini berubah menjadi rasa bersalah. Aku merasa egois karena tidak memberikan kesempatan kepada Raf untuk menjelaskan. Raf memang salah merahasiakan masa lalunya dariku, tetapi aku juga salah karena
menarik kesimpulan sesuka hati tanpa mendengar cerita utuhnya.

Bukannya menjawab, bibirku malah tertarik ke samping karena berusaha menahan tangis. Aku pikir Raf membenciku. Sikap diamnya kuartikan bahwa dia tidak mau lagi berurusan denganku. Ternyata, dia masih memedulikanku. Ada perasaan lega yang menyusup di hatiku saat akhirnya Raf menatapku begitu lekat, berkonsentrasi penuh kepadaku dan hanya aku.

"Apa mesti nunggu aku sakit dulu biar kamu mau bicara sama aku lagi?" rengekku sambil menyusut air mata di sudut mata.

Tawa Raf meledak. "Gue pikir lo masih nggak mau ngomong sama gue," ujarnya sembari mendudukkan diri di ujung tempat tidur. "Tiap kali gue sapa, lo selalu melengos pergi. Gue cuma nggak mau lo tambah kesel. Gue pikir lo butuh waktu untuk sendiri."

"Tapi, bukan berarti kamu balas diemin aku, Raf. Kamu bahkan berhenti beliin aku makanan dua hari terakhir. Aku pikir kamu beneran sudah nyerah sama aku."

"Karena gue nggak mau makanan-makanan itu jadi mubazir. Dan gue nggak akan pernah nyerah sama lo, Lail. Gue cuma berusaha menghargai keinginan lo." Raf menatapku gemas. Dia meraih tanganku dan menggenggamnya erat. "Gue sudah janji kan kalau nggak bakal ngelepasin lo."

Aku tidak menyahut. Saat ini, mukaku pasti merah padam. Tadi, aku menangis sampai ketiduran karena tiba-tiba takut Raf meninggalkanku. Apalagi, dia sedang pergi menemui Thea. Gadis cantik yang ramah tentu saja lebih menyenangkan dari seorang istri yang pemarah, kan?

"Barang-barang Thea kamu kemanain?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulutku. Aku masih merasa kesal setiap kali teringat pada gadis itu.

"Yang punya dia, sudah gue balikin ke dia tadi. Sisanya sudah gue buang." Raut wajah Raf berubah serius. Dia terlihat sangat berhati-hati memilih kata.

Rebound Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang