(24)

8.8K 848 22
                                    

Aku terbangun karena goncangan pesawat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terbangun karena goncangan pesawat. Entah bagaimana caranya kepala ini bersandar ke bahu Raf, padahal seingatku tadi aku bersandar ke jendela. Kubuka penutup jendela dan melihat gumpalan kapas bewarna putih di luar sana mulai tersibak seiriing dengan pesawat yang terbang semakin rendah. Seharusnya, sebentar lagi kami akan mendarat di Lombok.

Aku menoleh ke samping, memperhatikan wajah Raf yang masih pulas. Lelaki itu kini telah menjadi suamiku. Rasanya, aku belum terbiasa dengan fakta baru itu. Selama ini, kupikir aku akan menikah dengan orang yang kucintai, ternyata takdir berkata lain. Bukan berarti aku membenci Raf. Aku sama sekali tidak menyesali keputusan yang telah kuambil. Hanya saja, aku masih belum mencintainya.

Sebelah kelopak mata Raf terbuka sedikit. Bibirnya mulai membentuk seringai.

"Gue tahu, gue ganteng, Lail. Nggak perlu sampai segitunya ngelihatin gue," bisiknya dengan kepercayaan diri tingkat dewa.

Aku buru-buru memalingkan muka. "Jangan cari gara-gara deh, Raf. Aku lagi nggak pingin berantem sama kamu,"desisku, tidak ingin membuat keributan di dalam pesawat.

Raf ikut mengintip ke jendela. Tubuh dan wajahnya begitu dekat denganku, sampai-sampai aku dapat merasakan panas tubuhnya di punggungku. Hal itu, berhasil mengacaukan ritme jantungku. Dia terlampau dekat.

"Gue selalu suka pemandangan dari jendela pesawat. Kalau bukan demi lo, nggak bakal gue relain kursi sebelah jendela, Lail."

"Kamu bisa ambil kursi lain. Kita nggak harus duduk sebelahan, kan?" Aku menggeser duduk agar Raf dapat lebih leluasa melihat ke luar jendela, juga memberi jarak supaya jantungku tidak semakin kacau gara-gara posisi Raf yang begitu dekat.

"Tapi, gue lebih nggak rela kalau lo duduk sebelahan sama cowok lain."

Aku mengembuskan napas lega ketika pramugari memberi instruksi agar kami mengenakan sabuk pengaman. Raf menarik kembali tubuhnya, kembali duduk tegak di kursinya. Dengan begitu, aku aman dari Raf, walau hanya untuk sementara.

Begitu kami sampai di Bandara, telah ada sopir yang menjemput. Sopir yang disewa Kak Noura membawa kami berjalan-jalan mengelilingi kota Mataram sebelum mengantarkan kami ke Pelabuhan Bangsal untuk menyeberang ke Gili Trawangan. Keluarga Raf telah memesankan kamar di salah satu resort yang terletak di sana.

Meski waktu tempuh hanya sekitar tiga puluh menit, melintasi laut dengan kapal cepat membuatku teringat Papa yang dulunya seorang pelaut. Air mataku tidak sengaja menitik ketika rindu ini kembali meluap. Setiap pulang ke rumah, Papa selalu menceritakan petualangannya selama berlayar. Membuat adikku sempat bermimpi menjadi pelaut seperti Papa. Namun, ketika laut merenggut pria kesayangan kami itu, Mama melarang Fajri melanjutkan cita-citanya.

"Are you okay, Lail?" tanya Raf ketika membantuku turun dari kapal. Kelihatannya, dia menyadari mataku yang merah.

"I'm okay, Raf."

Rebound Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang