(19)

8.8K 917 30
                                    

Tante Mira dan Kak Noura mengajakku mencicipi aneka makanan khas Bandung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tante Mira dan Kak Noura mengajakku mencicipi aneka makanan khas Bandung. Aku lebih banyak berinteraksi dengan mereka berdua, sementara Raf sibuk bermain game di ponselnya. Raf seolah sengaja menjaga jarak denganku. Dia hanya merespons jika aku mengajaknya bicara, padahal biasanya dia yang lebih sering menggangguku dengan celetukan-celetukan usilnya.

"Mampir ke sini lagi ya, Lail," pesan Tante Mira saat melepas kepergianku di stasiun. Dia memelukku lama sekali. Pelukannya terasa begitu hangat, sungguh mengingatkanku pada Mama.

"InsyaAllah, Tante," janjiku dengan sepenuh hati. Setelah Tante Mira mengurai pelukannya, aku bergeser untuk memberi ruang bagi Raf.

"Pergi dulu ya, Umma." Raf mencium pipi Tante Mira. Dapat kulihat betapa Raf sangat menyayangi ibunya dari cara dia menatap Tante Mira.

Raf melambaikan tangan kepada Kak Noura, lalu mengedikkan kepala sebagai isyarat bagiku untuk masuk ke stasiun.

Aku pun membuntuti Raf sambil menatapi punggung tegapnya. Raf memperlambat langkah, membiarkan aku mengimbanginya. Kami jalan bersisian dalam diam. Kurasakan suasana canggung menyelimuti kami berdua.

"Kamu kenapa sih, Raf?" Aku tidak tahan lagi. Segera kusuarakan rasa penasaranku begitu kami berdua telah duduk manis di dalam gerbong kereta.

Raf menoleh kepadaku. "Nggak apa-apa, kok," jawabnya. Nada bicaranya terdengar santai, tetapi menyiratkan ada sesuatu yang tengah mengusik pikirannya.

"Terus, kenapa seharian ini ngehindarin aku?"

"Gue cuma takut salah ngomong lagi, terus bikin lo nggak nyaman. Gue tahu, apa yang gue lakukan kemarin sudah bikin lo terpojok. Harusnya, gue nggak asal ngomong kayak gitu." Raf memundurkan sandaran kursinya dan mulai merebahkan tubuhnya dengan kedua tangan bersilang di dada. "Tapi, gue nggak bakal minta maaf karena lo selalu bilang 'Don't say it if you don't mean it.' Gue sama sekali nggak menyesali apa yang terjadi kemarin."

Aku menunggu Raf melanjutkan penjelasannya, tetapi dia justru memejamkan mata. Kupandangi wajahnya lekat-lekat, berusaha menebak apa yang tengah Raf pikirkan.

"Tapi ... gimana aku bisa yakin kalau kamu bersikap kayak gini, Raf?" ucapku setengah berbisik.

Semalam, aku nyaris tidak tidur. Otakku sibuk memikirkan semua pilihan yang kupunya, mempertimbangkan semua kemungkinan yang dapat terjadi. Dalam hitunganku, menikahi Raf bukanlah pilihan yang buruk. Aku dapat menyenangkan Mama dan Tante Mira, juga melepaskan diri dari Mas Mirza. Dia tidak mungkin menggangguku lagi kalau aku sudah menikah, kan?

"Terus lo mau gue bersikap gimana, Lail?"

Pertanyaan Raf membuatku terkejut. Aku pikir suara bising peluit kereta berhasil menenggelamkan kalimatku tadi, tetapi ternyata Raf dapat mendengarnya.

Aku tidak lekas menjawab. Kubiarkan setiap kata yang hendak kuucapkan benar-benar meresap di hatiku.

"Let me know you a little bit more, Raf," pintaku. Aku sudah berjanji untuk mempertimbangkan tawaran Raf, maka aku perlu memahaminya supaya aku tahu keputusan apa yang harus kuambil.

Rebound Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang