(18)

9.1K 908 40
                                    

Pintu kamar diketuk dari luar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pintu kamar diketuk dari luar. Aku memastikan penampilanku telah sempurna sebelum membukanya. Wajah Raf terlihat lebih cerah, sepertinya dia habis merapikan cambang yang menghias dagunya. Rambut panjangnya kembali dicepol rapi ke belakang. Kali ini dia memakai tunik putih selutut dengan bordiran cokelat di bagian dada yang dipadukan dengan celana panjang hitam.

"Makanannya sudah siap, Lail." Raf memberi tahu.

Aku mengikutinya menuju ruang makan. Kak Noura tersenyum hangat padaku. Seorang gadis cilik berusia lima tahunan duduk manis di pangkuannya. Aku langsung menebak bahwa anak itu adalah keponakan Raf, Jihan. Lelaki di samping Kak Noura berdiri dan menangkupkan tangan di depan dada.

"Laila ya? Perkenalkan, saya Ali, suami Noura."

Aku menirukan gerakannya. "Salam kenal, Mas."

Pria itu mengangguk dan kembali duduk.

Beberapa menit kemudian, Tante Mira masuk bersama seorang pria paruh baya dengan rambut yang hampir memutih semua.

"Ini Laila, yang sering saya ceritakan padamu, Habibi. Dia putri Laras, sahabat saya waktu SMA dulu. Kantornya tidak jauh dari apartemen Raf." Suara lembut Tante Mira mengalun merdu.

"Assalamualaikum, Om." Aku menyapa ayah Raf sembari tersenyum. Kini, aku tahu dari mana Raf mewarisi tubuh tinggi tegapnya.

Pria itu menjawab salamku dan memperkenalkan dirinya. "Silakan duduk, Laila. Semoga kamu betah menginap di sini."

Aku duduk di samping Raf.

Dari jumlah kursi dan piring di meja makan, sepertinya tidak ada lagi yang akan bergabung. Kupikir, Tante Mira akan mengundang orang lain, layaknya pesta perayaan ulang tahun pada umumnya. Namun ternyata, hanya aku satu-satunya orang asing yang diundang. Mau tidak mau, aku merasa sedikit canggung. Aku mulai ragu apakah memenuhi ajakan Raf adalah keputusan yang tepat.

Kudengar suara tawa dari arah Jihan. Bocah itu menutupi mulutnya sambil memandang ke sebelahku. Aku menoleh pada Raf. Lelaki itu tengah memasang ekspresi-ekspresi lucu untuk menghibur sang keponakan. Aku pun ikut menyimpul senyum saat melihat tingkah absurdnya. Perasaan galau yang tadi sempat menghantuiku berangsur pergi. Sejak kemarin, aku seperti melihat sisi lain dari Raf. Di balik sosoknya yang menyebalkan itu, ternyata Raf adalah pribadi yang hangat saat bersama keluarganya.

"Jangan lama-lama ngelihatin gue," bisik Raf sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku. "nanti, lo naksir lho."

Aku memutar bola mata, menyesal karena sempat memuji Raf meski hanya dalam hati. Kupicingkan mata kepadanya dan memberi isyarat agar dia tidak mencari masalah denganku selama makan malam.

Om Khalid berdeham keras. Raf buru-buru menegakkan tubuh. Seringai lebarnya menghilang dan berganti dengan ekspresi serius. Saat itulah, aku baru menyadari bahwa Raf terlihat tidak banyak berbicara dengan ayahnya, seperti memang sengaja menghindar.

Rebound Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang