(23)

8.9K 867 44
                                    

Aku terbangun ketika azan subuh berkumandang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terbangun ketika azan subuh berkumandang. Hal pertama yang kulakukan adalah memeriksa pakaian yang kukenakan. Syukurlah semua masih lengkap. Tampaknya, Raf masih memegang janjinya.

Kutegakkan punggung begitu menyadari sisi ranjang di sebelahku kosong. Ke mana Raf? Apa dia tidur di luar?

Sambil mengumpulkan kesadaran, aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar. Samar-samar dapat kudengar suara dengkur halus dari bawah tempat tidur. Ternyata Raf tidur di lantai hanya beralaskan selimut. Dia menutupi wajah dengan kain turban yang kemarin dikenakannya. Raf memang pernah bercerita bahwa dia biasa tidur dengan lampu dimatikan. Berkebalikan denganku yang selalu tidur dengan lampu menyala karena takut gelap.

Ragu-ragu, kusentuh bahu pria yang tengah tertidur itu. "Raf. Sudah subuh."

Raf hanya menggeliat dan menggumamkan sesuatu. Entah semalam dia tidur jam berapa. Saat aku masuk kamar, Raf masih mengobrol dengan para paman dan sepupu laki-lakiku.

Aku turun dari tempat tidur, lalu menggucang tubuhnya dengan lembut. Raf menarik turban yang menutupi wajahnya. Kedua matanya mengerjap cepat, berusaha menyesuaikan dengan cahaya terang. "Thanks, Lail," ucapnya dengan suara parau karena baru bangun.

Aku tidak menyahut. Tatapan Raf entah kenapa membuatku salah tingkah. Aku seperti tenggelam dalam telaga bening di manik cokelat itu. Wajah baru bangun tidurnya yang terlihat polos berhasil membuatku tersipu.

Raf kini duduk menghadapku. "Makasih ya, Lail." Dia mengembuskan napas, tampak begitu lega. "Makasih sudah ngeyakinin gue buat nggak menyerah kemarin. Maaf sudah buat lo malu." Dia melepas ikatan rambutnya dan mulai menyisiri anak-anak rambut yang jatuh menutupi wajahnya.

"Nggak ada yang merasa dipermalukan, Raf. Bukan cuma kamu kok yang ngalamin." Aku bangkit dan menuju lemari untuk mengambil handuk. "Makasih juga sudah nepatin janji kamu, Raf," lanjutku dengan suara lirih.

"Janji yang mana?" Raf terdengar heran. Kulihat dia telah duduk di atas tempat tidur sambil meregangkan tangannya.

"Janji kamu buat nggak menuntutku melakukannya." Aku berusaha tetap bersikap santai, walau sebenarnya perutku terasa mulas setiap kali membicarakan hal ini.

Raf justru tergelak saat mendengar penjelasanku. "Sudah gue bilang kan. Gue ini selalu menepati janji, kok. Lo enggak usah khawatir."

"Iya-iya. Aku percaya." Kugelengkan kepala beberapa kali. Sikap menyebalkan Raf telah kembali. Terlalu percaya diri dan membanggakan diri sendiri. "Tapi kamu nggak perlu sampai tidur di bawah, kok.. Lantainya dingin. Kamu boleh tidur di kasur asal kamu janji nggak akan macam-macam."

Raf memicingkan mata ke arahku, gerakan yang biasa dia lakukan saat hendak mengusiliku. Hal itu membuatku bersikap waspada. Saat ini, kami sedang berada di rumahku dan hari ini barulah hari kedua kami menjadi sepasang suami istri. Aku harus sabar menanggapi tingkah jahilnya supaya tidak memancing keributan. Mama pasti akan menyalahkanku dan membela Raf jika kami bertengkar.

Rebound Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang