(20)

9.7K 879 14
                                    

Sebulan terakhir, intensitas pertemuanku dengan Raf makin sering

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebulan terakhir, intensitas pertemuanku dengan Raf makin sering. Dia selalu mengajakku mengunjungi tempat-tempat baru setiap akhir pekan. Dia juga memenuhi janjinya untuk menjawab setiap pertanyaanku. Tentu saja tidak semuanya berjalan mulus. Raf masih sering membuatku sebal dengan kebiasaan ngaret dan tingkah usilnya.

Malam ini adalah malam kencan kami yang kedua puluh. Raf membawaku ke sebuah warung makan kecil yang tersembunyi dalam area permukiman padat penduduk di Jakarta Utara. Karena harus melewati gang-gang kecil, Raf mengajakku pergi dengan motor.

"Kalau lo kedinginan, lo boleh peluk gue lho, Lail." Suara Raf terbawa angin.

Enak aja! gerutuku dalam hati. Aku pura-pura tidak mendengar supaya Raf tidak menemukan celah untuk menggodaku.

Kurapatkan bagian depan jaketku. Angin memang bertiup cukup kencang. Mendung tebal juga menggelayut di langit. Hujan dapat turun kapan saja.

"Gerimis, Lail."

Tanpa Raf memberi tahu, aku pun dapat merasakan titik-titik air yang mulai jatuh. Makin lama makin deras.

Jalanan begitu macet. Kami tidak cepat menemukan tempat berteduh. Baju kami kian basah seiring air yang terus tercurah dari langit. Ketika melintas di depan deretan ruko yang telah tutup, Raf menepi sebentar dan melepas jaket kulitnya.

"Maaf. Gue lupa enggak bawa jas hujan. Lo dobel pakai ini dulu. Dikit lagi sudah sampai apartemen gue, nanti setelah lo ganti baju, gue antar pulang pakai mobil. Gimana?" usulnya sambil menyodorkan jaket padaku.

"Kamu aja yang pakai jaket ini, Raf. Kamu kan nyetir, kena angin langsung dari depan. Aku sudah pakai jaket, kok. Lagian aku kan sedikit kehalang badan kamu." tolakku.

"Jaket kamu tipis dan nggak kedap air, Lail. Umma bakal ngomel kalau gue sampai bikin lo sakit."

"Kan cuma kehujanan dikit. Nanti, sampai apartemen kamu, aku bisa ganti baju." Aku tidak kalah ngotot.

Raf akhirnya mengalah. Aku pun kembali naik ke boncengan motornya. Hujan yang awalnya tampak sedikit reda, justru kembali menderas. Dapat kurasakan dingin merambati kulitku. Pakaianku telah basah kuyup, termasuk kaus tipis yang kukenakan di dalam jaket.

Untung saja apartemen Raf tidak jauh. Tidak sampai lima belas menit dari tempat kami berhenti tadi. Aku membuntutinya masuk lift sambil memeluk tubuh.

"Mau paket jaket gue?" Raf kembali menawariku.

"Nggak perlu. Lagian jaket kamu juga sama basahnya," jawabku sambil menahan gigil.

Sesampainya di apartemen, Raf mempersilakan masuk dan memintaku menunggu di ruang tamu. Tidak lama kemudian dia keluar kamar dengan satu setel pakaian di tangan.

"Pakai baju gue dulu. Ini bersih kok, jarang gue pakai juga," ujarnya sambil meletakkan kaos oblong putih dan celana training di meja sebelahku.

Aku menerimanya sambil mengucapkan terima kasih.

Rebound Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang