(31)

8.8K 854 29
                                    

Aku menempelkan kartu ke gagang pintu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menempelkan kartu ke gagang pintu. Tak lama kemudian, pintu kamar pun terbuka. Lampu kamar otomatis menyala. Kugeletakkan begitu saja tas dan sepatuku di dekat pintu. Tubuhku seperti kehabisan tenaga. Hari ini terasa berkali lipat lebih melelahkan karena aku harus menutupi kesedihanku di depan orang-orang kantor.

Kubaringkan tubuh di kasur sambil menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Sejak kemarin, aku memutuskan menginap di hotel. Aku tidak sanggup sendirian di apartemen itu lagi. Setiap sudutnya penuh kenangan bersama Raf, sedangkan kini aku tidak yakin lagi apakah yang selama ini kumiliki bersama Raf adalah nyata atau hanyalah bayangan semu. Apartemen terasa begitu menyesakkan bagiku. Aku perlu lari dari sana untuk menenangkan diri dan memikirkan semuanya baik-baik, supaya lusa ketika Raf sudah pulang aku sanggup menghadapinya.

Aku mengeluarkan ponsel dari saku celana, menggulir layarnya dengan gerakan setengah hati. Raf mengirim pesan lagi, mengabariku jadwal kepulangannya. Tampaknya dia belum curiga meski sejak kemarin kubalas pesannya dengan kalimat-kalimat singkat, pun saat aku menolak panggilan teleponnya dengan alasan capek atau sedang sibuk. Aku khawatir tidak dapat menahan emosi jika melihat wajah atau mendengar suaranya, sedangkan masalah yang s kami hadapi ini bukan jenis yang hanya dapat dibicarakan melalui telepon.

Setelah mengetik 'see you in Jakarta' dan mengirimkannya kepada Raf, aku melempar ponsel ke atas kasur. Otakku memutar ulang ingatan kejadian kemarin, menayangkan foto-foto yang kutemukan, post it yang berisikan pesan-pesan romantis, juga benda-benda memorabilia yang kutemukan di kotak itu.

Air mata mengalir tanpa mampu kucegah. Dadaku terasa sakit. Lebih sakit dari saat Mas Mirza mengingkari janjinya. Benarkah dalam waktu begitu singkat aku telah jatuh cinta sedalam ini kepada Raf?

Aku menyedot ingus sambil mengusap mata yang basah. Andai saja aku tidak menemukan potongan boarding pass itu, mungkin aku masih bisa mengarang alasan untuk mempercayai Raf. Semua orang memiliki masa lalu bukan? Salahku sendiri yang tidak pernah bertanya apakah Raf pernah punya pacar selain Maya Angela. Masalahnya, boarding pass itu menunjukkan bahwa Raf dan Thea pergi berlibur bersama dua minggu sebelum aku dan Raf bertemu untuk pertama kalinya. Aku sampai memeriksa histori chat untuk memastikan tanggal pertemuan pertama kami.

Apakah saat merayuku dengan berbagai kalimat gombal itu, Raf sebenarnya masih berpacaran dengan Thea? Atau jangan-jangan mereka memang tidak pernah putus, aku saja yang terlalu bodoh sehingga mudah diperdaya oleh lelaki yang baru kukenal.

Getar halus yang dihasilkan ponselku berhasil menyadarkanku dari lamunan, menyelamatkanku dari genangan rasa curiga yang begitu menyiksa. Kuraih ponsel dengan malas dan memeriksa pesan yang baru masuk.

Raf Assegaf:
I really miss u.
Lo jadi jemput ke bandara?

Aku menatap nanar layar ponsel. Benarkah dia kangen kepadaku? Aku tidak dapat percaya lagi pada perkataan Raf. Bisa jadi, dia juga mengirimkan pesan yang sama kepada Thea. Siapa yang tahu, kan? Bisa jadi, selama ini Raf masih berhubungan dengan Thea. Bisa jadi, semua kata-kata manis yang Raf ucapkan hanyalah untuk membuatku tidak curiga.

Rebound Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang