PROLOGUE

828 106 22
                                    

"Aku mau kita putus."

Jimin bertemu dengan Hyunjung tidak untuk mendengar kalimat itu. Ia menahan rindu selama tiga hari kemarin tidak untuk mendapat pukulan telak yang tak pernah ia perkirakan sama sekali.

"Kau berpikir selama tiga hari hanya untuk memutuskanku? Mengakhiri hubungan kita? Kenapa?"

Pertemuan yang dilakukan di kediaman Jimin tak membuatnya merasa perlu untuk mengatur volume suaranya saat bicara. Andai mereka harus bertengkar hebat nantinya, itu tidak akan jadi masalah. Jimin rela menguras habis emosinya andai Hyunjung menarik kata-katanya barusan.

"Aku tidak bisa meneruskannya. Maafkan aku."

"Kenapa? Kau ada pria lain?"

Hyunjung menggeleng. Ia tidak pernah sekali pun mengkhianati Jimin selama empat tahun menjalani hubungan asmara dengannya. Ia mencintai dengan sepenuh hati pria yang kini menatapnya dengan mata memerah di hadapannya. Hyunjung tidak ingin melihat Jimin yang seperti itu, tapi ia tidak punya pilihan.

Ini yang terakhir.

"Tidak ada pria lain. Tidak akan pernah ada. Kau... atau siapa pun."

"Lalu kenapa? Kita tidak ada masalah apa pun sebelumnya sampai kau tiba-tiba menghilang tiga hari dengan alasan butuh waktu untuk berpikir. Apa yang kau pikirkan kemarin? Bagaimana cara memutuskan hubungan denganku? Memikirkan kesalahan apa yang sudah kuperbuat dan menjadikannya alasan? Apa sebenarnya yang kau pikirkan sampai tega memutuskan hubungan kita seperti ini?"

Hyunjung memikirkan semua itu. Kesalahan apa yang mungkin telah diperbuat Jimin selama empat tahun hubungan mereka, yang bisa dijadikan dasar keputusannya saat ini. Namun Hyunjung tak menemukan apa pun.

Jimin terlalu baik untuk dikulik kesalahannya yang memang tidak ada. Ya... rasanya terlalu berlebihan jika menggambarkan seseorang tanpa kesalahan sedikit pun. Namun kesalahan-kesalahan kecil yang Jimin lakukan seperti menunda pertemuan mereka karena jadwal pekerjaan yang sibuk, rasanya keterlaluan untuk diungkit karena Hyunjung pun sering melakukannya.

Mereka imbang untuk hal itu.

"Tidak ada pria lain, tidak ada alasan yang bisa kuungkapkan dengan pantas. Aku hanya ingin sendiri. Aku ingin menjalani hidupku seorang diri."

Kalimat terakhir adalah satu-satunya jalan keluar atas pemikiran panjang perihal alasan. Hyunjung tidak berdusta, walau jawabannya mungkin terdengar tidak masuk akal. Hyunjung hanya ingin menjalani hidupnya sendiri.

"Hanya itu yang ingin kubicarakan denganmu." Hyunjung beranjak dari sofa, lalu menyampirkan tas selempangnya di bahu kanan. Ia ingin pamit, tapi Jimin mencekalnya pergi.

"Tidak. Masih banyak yang harus kita bicarakan. Kau tidak bisa meninggalkanku begitu saja." Jimin turut berdiri, menghalangi jalan yang mungkin akan Hyunjung ambil untuk pergi.

"Apa sebenarnya salah yang sudah kuperbuat? Aku bisa memperbaikinya."

Seperti halnya dengan Hyunjung, Jimin pun mencintainya dengan teramat sangat. Ia tidak bisa kehilangan wanita yang sangat ingin ia jaga dengan seluruh hidupnya. Andai ia melakukan kesalahan besar pun, Jimin rela melakukan apa saja untuk memperbaikinya asalkan Hyunjung tetap berada di sisinya.

Sayangnya, keputusan Hyunjung sudah final. Ia melepas genggaman kuat Jimin di tangannya, mengabaikan sorot penuh luka di mata jernih yang sudah berlinang tersebut. Hyunjung tidak ingin goyah lagi.

Hyunjung pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ia merasa tidak pantas untuk mengatakan semoga Jimin menemukan kebahagiaan lain setelah menyakitinya dengan teramat sangat.

PROBLEMATIC QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang