Selamat datang di cerita yang berjudul 'AGASTYA' ini ya.
Maaf kalau selama baca kalian menemukan sebuah ke-typo-an.
Cerita ini pure dari hasil imajinasi aku. Jangan pernah samakan cerita ini dengan cerita mana pun. Thx.
Satu lagi. Call me, Ci. Jangan panggil author, thor, apalagi mimin!
Oke, kita mulai menulis 🖤
🍃🍃🍃
Aku tidak pernah ingin merasakan apa itu cinta jika setelahnya aku harus menerima luka.
Sebesar apa pun perjuanganmu untuk mendapatkan hatiku, itu semua hanya akan sia-sia.
Karena yang ada di pikiranku, cinta datang untuk memberikan luka bukan bahagia.
- Agacia Myesha Aryadilaga -
***GADIS remaja berambut hitam kecokelatan itu terus menggetarkan kakinya selama wanita dewasa dengan balutan jas berwarna putih membaca berkas-berkas hasil pemeriksaan dirinya selama 1 minggu terakhir ini.
Beberapa menit kemudian, wanita itu berjalan menuju sofa yang diduduki oleh pasiennya. "Agacia Myesha Aryadilaga?" tanyanya untuk memastikan.
Kaki gadis itu berhenti bergetar. "Iya, Dok. Bagaimana hasilnya?" tanya gadis yang sudah tidak sabar akan hasil pemeriksaannya.
"Berdasarkan hasil observasi yang telah saya lakukan kepada kamu, maaf sekali saya harus mengatakan jika kamu mengidap penyakit mental yang disebut dengan philophobia."
Agacia terdiam seribu bahasa. Dunianya seakan berhenti berputar detik itu juga. Ketakutannya selama ini benar-benar terjadi. Semua riset yang ia lakukan melalui internet ternyata benar adanya. Perlahan buliran air mulai berjatuhan satu persatu dari matanya.
Melihat gadis di hadapannya menangis, psikiater itu segera berpindah duduk. Berusaha menenangkan dengan pelukan hangatnya. "Cia enggak usah takut, Dokter yakin kok Cia bisa sembuh. Maka dari itu, Cia harus rajin terapi sama minum obat ya?"
"Philophobia? Fobia jatuh cinta? Kenapa, Dok? Kata semua orang cinta itu indah. Tapi—kenapa—"
"Hey, itu bukan hal yang memalukan. Tindakan kamu untuk berani datang ke psikiater sendirian itu sudah sangat luar biasa, Dokter bangga sama kamu. Sekaranggg... kamu tinggal berjuang untuk sembuh, oke?"
Gadis dengan sapaan akrab Cia itu segera mengusap buliran air yang membasahi pipi menggunakan punggung tangan kanannya. Setelah itu ia menarik perlahan kedua ujung bibirnya ke atas.
"Aku bisa sembuh kan, Dok?" tanyanya dengan suara serak basah yang menahan isakan.
"Bisa, Cia! Pasti bisa!"
Sebentar ... sembuh? Buat apa? Apa motivasi yang harus Cia gunakan agar ia mempunyai keinginan untuk sembuh? Di mana ia harus mendapatkannya?
🍃🍃🍃
Hai, prolog dulu aja ya.
Makasih yang udah baca, jangan lupa vote dan comment ya, follow juga biar gak ketinggalan informasi lainnya 🖤
Direvisi pada tanggal : 12-12-22
KAMU SEDANG MEMBACA
AGASTYA [ END ]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Cinta itu hanya membawa luka yang berakhir menjadi duka." Cia tidak pernah mengira bahwa cinta yang membuatnya bahagia akan menjadi cinta yang membuat dirinya mempunyai fobia. Philophobia, fobia jatuh cinta. Itulah fobia ya...