Akhirnya bisa up lagi nih...
Jangan lupa tinggalin jejak kalian ya, sider lumayan juga ternyata:(
🍃🍃🍃
Mencintai seseorang bagaikan bermain di sebuah mesin waktu yang tak berarah. Kita tidak akan pernah tahu kapan mereka akan membalas atau bahkan mencampakkan cinta kita.
***
"Ini jam 5 pagi pea, lo ngapain depan rumah gue? Meronda?" Agas yang masih mengenakan baju tidur terpaksa berjalan ke luar rumah hanya untuk menemui Ragil.
Entah apa yang salah dengan laki-laki itu hari ini, pagi-pagi buta ia sudah memarkirkan mobilnya di depan rumah orang lain.
"Makanya lo bangun tidur itu cuci muka dulu, baru keluar rumah!" tegur Ragil yang tidak terima dirinya dikatai sebagai peronda.
"Boro-boro cuci muka, gue kaget lo tiba-tiba telepon minta dibuka pintu. Gue kira lo diusir dari rumah," jawab Agas dengan datar.
Mata Agas perlahan mulai menutup kembali, padahal laki-laki itu kini tengah berdiri dan bersandar pada tembok.
Ragil berjalan mendekati Agas dan menggandengnya masuk ke dalam rumah. Tanpa membuka mata sedikit pun, Agas berjalan mengikuti langkah Ragil yang ada di sampingnya. Hingga tanpa Agas sadari, Ragil membawanya ke kamar mandi dan menyalakan shower tepat di atas kepalanya.
"GILA YA LO!!" teriak Agas yang langsung membuka matanya. Dengan cepat ia mematikan shower yang ada di atas kepalanya.
"Bangun CEO muda! Lo lupa apa hari ini kita mau ke puncak?"
Agas mendecak kesal. "Gue ingat, tapi kan berangkatnya jam 7 pagi, ini masih jam 5 subuh, Ragil!" jawab Agas dengan penuh penekanan.
Ragil mengangkat kedua bahunya seolah tidak peduli. "Bodo amat, baju lo udah terlanjur basah. Mandi sana!"
Tanpa menjawab ucapan sahabatnya itu, Agas mendorong tubuh Ragil agar keluar dari kamar mandi dan kembali menyalakan shower air hangat.
***
Pukul 06.47 WIB, Ragil dan juga Agas sudah selesai sarapan dan tinggal menunggu yang lainnya untuk datang. Hari ini mereka akan menempuh perjalanan ke Kabupaten Bandung Barat.
Tidak lama kemudian, satu per satu dari mereka sudah mulai berdatangan. Orang yang pertama datang ke rumah Agas setelah Ragil merupakan Kana. Sama seperti Ragil, gadis itu sangat antusias untuk melakukan perjalanan kali ini.
"Lo bawa makanan gak, Na?" tanya Ragil tiba-tiba.
"Bawa," jawab Kana dengan sedikit ragu.
Ragil memegang perutnya dan mengusap-usaonya dengan gerakan melingkar.
"Lo lapar, Kak?" tanya Kana dengan suara yang cukup keras.
"Siapa yang lapar?" tanya Agas yang tidak sengaja mendengar suara Kana.
Kana menunjuk Ragil dengan wajah yang datar.
"Lo gila? Lo kan baru sarapan tadi," cetus Agas,
"Nyokap lo gak ada, jadi gue kurang puas sama masakannya," ucap Ragil dengan polosnya.
Agas menoyor kepala Ragil dengan pelan. "Gue bilang sama ART gue loh ya," ancam Agas menakuti.
"Terserah lo deh, gue cuman jujur doang kok," celetuk Ragil sebelum melangkahkan kakinya menuju mobil Gavin dan Dhafa yang baru saja datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGASTYA [ END ]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Cinta itu hanya membawa luka yang berakhir menjadi duka." Cia tidak pernah mengira bahwa cinta yang membuatnya bahagia akan menjadi cinta yang membuat dirinya mempunyai fobia. Philophobia, fobia jatuh cinta. Itulah fobia ya...