Bagian 34 (Jangan Pergi!)

172 19 27
                                    

Halo, gaiss!!!!

Gimana kabarnya hari ini? Semoga teman-teman sehat selalu yaaa...

Sebelum lanjut baca, aku mau bilang 'terima kasih' untuk kalian yang sudah mau baca cerita ini.

Terima kasih juga karena sudah vote, komen, dan simpan cerita ini ke perpustakaan kalian.

Ci sayang kalian semuanya 🖤

🍃🍃🍃

Jangan pernah pergi, tetaplah tinggal di sini. Aku akan selalu mencintai, walau kau akan tetap membenci.

***

Monitor holter di ruangan operasi masih terus berbunyi. Irama dan juga temponya tetap sama sedari tadi. Para dokter dan suster yang ada di sana terus berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan nyawa Cia.

"Come on, Agacia! Don't do this! You can't die in my operation room!" Ahmad yang terus memberikan kejutan pada jantung Agacia. Dalam hatinya dokter itu terus berharap agar gadis yang terbaring di hadapannya itu kembali menjalankan kehidupannya.

"Suntikan epinefrin kembali," pinta Ahmad kemudian.

Rani menoleh pada Ahmad, keningnya berkerut. "Tapi, Dok. Kita sudah suntikan epi sedari tadi."

"Kamu mau membantah saya?" tanya Ahmad tidak terima. "Saya bilang, suntikan epinefrin kembali! Saya yakin pasien bisa bertahan!"

Kali ini Rani tidak ingin membantah ucapan Ahmad kembali, dengan cepat wanita itu menyuntikan epinefrin pada selang infus Cia.

"Charge to three hunderd, please," pinta Ahmad.

Sebuah kejutan jantung berisikan daya 300 joule dikejutkan pada jantung Cia.

Ahmad tersenyum di balik maskernya begitu melihat detak jantung Cia yang kembali naik dan berdetak dengan tempo yang sama. "We did it!" seru Ahmad disambut tepuk tangan rekan kerjanya di dalam ruangan.

Gadis itu tetap hidup. Jantungnya tetap berdetak dan paru-parunya tetap bernapas. Dia tidak pergi untuk kali ini, atau setidaknya dia belum pergi. Kehidupannya akan kembali, entah sama atau tidak yang jelas ini keputusan dari Tuhan untuknya.

***

Keempat anggota Aderfia, Azalea, Kana dan juga Talisa akhirnya bisa bernapas lega setelah mengetahui bahwa kondisi Cia kini baik-baik saja.

Kendati demikian, tidak ada satu pun dari mereka yang langsung pergi menuju ruang ICU. Apa yang terjadi pada Cia benar-benar membuat mereka semua berpikir keras dalam otak mereka masing-masing.

Gavin memijat pundak kiri Agas dengan cukup kuat, mencoba untuk menenangkan sahabatnya. "Cia gak apa-apa, lo masih bisa liat dia di sekolah," lontarnya.

Agas tersenyum tipis. Sedari tadi ia merasa jantungnya hampir berhenti berdetak. Ia benar-benar takut kehilangan Cia saat itu juga. Semua janji yang pernah ia ucapkan di hadapan mau di belakang Cia selama ini belum sempat ia tepati.

Di hadapan kursi yang ditempati oleh Agas, Gavin dan juga Ragil terdapat kursi lain yang ditempati oleh Azalea, Kana, Talisa dan juga Dhafa.

Posisinya yang berhadapan dengan Agas membuat Azalea kesal dengan laki-laki itu. Sorot matanya sedari tadi sudah berubah menjadi tajam, terutama begitu ia berpikir bahwa semua hal yang menimpa Cia itu ada hubungannya dengan Agastya.

Setiap pergerakan dan ucapan yang dikeluarkan oleh Agastya kini menjadi pusat perhatian bagi Azalea. Ia tidak ingin jika laki-laki itu bertemu dengan Cia.

AGASTYA [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang