Halo semua! Siap untuk baca kisah akhir dari Cia dan Agas(?)
Jangan lupa vote dan komen ya.
Oh iya, sebelum mulai membaca. Aku mau bilang 'terima kasih yang sebesar-besarnya' buat teman-teman yang udah baca cerita ini dari awal sampai akhir.
Semua vote dan komen yang kalian berikan selama ini sangatlah berarti untuk penulis baru seperti aku.
Sekali lagi makasih ya, maaf kalau banyak kekurangan dari cerita ini.
Jangan lupa mampir ke cerita aku yang lainnya ya, baybay 🥺
🍃🍃🍃
Tetaplah di sini, saling menemani hingga akhir nanti. Jangan pernah pergi lagi karena aku tidak ingin sendiri.
***
Sepasang kaki dengan sepatu putih berpolet hijau itu terus melangkah mondar-mandir di depan ruangan rawat bertuliskan VVIP 8 di depan pintunya. Gadis dengan rambut terurai panjang itu tidak sendirian di sana. Ada 3 pasang mata yang berjejer dan terus mengikuti gerak-gerik tubuhnya yang berparade menjadi sebuah setrikaan.
“Aduh gue harus ngomong apa sama dia?!” racaunya tidak jelas.
Tap! Sepasang sepatu itu berhenti bersamaan. Jemari lentiknya naik ke atas untuk merapikan rambut yang ia rasa berantakan. “Gue cantik kan?” tanyanya.
Dengan polos dan lugunya, kepala milik 3 orang yang memerhatikan gadis itu mengangguk bersamaan. “Kalau lo gak cantik, Kak Agas gak mungkin kepincut. Apalagi sampai tunggu lo bertahun-tahun kayak gini,” celetuk Kana. Gadis itu melipat kedua tangannya di dada.
“Kana!” tegur Azalea dan Talisa bersamaan.
Orang yang dituju oleh Kana tidak menggubris. Masih sibuk membenarkan riasannya agar terlihat cantik di depan Agastya.
Semua doa Cia, Shella dan juga orang-orang yang menyayangi Agas akhirnya dijawab oleh Tuhan. Penantian panjang yang berujung manis dengan sebuah kebahagiaan. Pukul 08.36 pagi tadi, Agas terbangun dan sadar dari koma. Saat ini pria itu tengah berbincang dengan ketiga sahabatnya di dalam ruangan.
“Udahlah, Ci! Jangan undur waktu terus,” tegur Azalea. Ia kesal dengan Cia yang terus menunda waktu untuk menemui Agas sedari tadi pagi. Malah dirinya yang lebih dulu bertemu dengan Agas.
Cia menarik dan membuang napasnya secara perlahan. Setelah asupan udara mencukupi kebutuhan otak dan paru-parunya, ia pun merasa sedikit tenang. Ia melangkah mendekati pintu dengan tangan yang mulai memegang gagang pintu. Namun begitu akan membukanya, seseorang dari dalam ruangan pun juga turut membukanya dengan cukup kencang. Hal itu membuat tubuh kecil Cia terbawa masuk ke dalam seiring dengan lebarnya pintu yang terbuka.
BUGH!
Tidak hanya berhenti di situ saja, tubuh Cia juga harus bertabrakan dengan seorang pria dari dalam ruangan. Tentu saja kondisi itu membuat pikiran gadis itu kembali menjadi buyar. Rasa malu, takut dan juga gengsi menjadi satu di dalam dirinya.
“Kak Ragil!” tegur Cia. “Kaget tau!”
Ragil tertawa geli melihat ekspresi polos Cia yang terlihat sedikit berantakan tapi tetap menggemaskan. “Sorry-sorry!” maafnya. “Eh, ngomong-ngomong, Agas tunggu lo di dalam tuh,” lanjutnya seraya menengok kembali ke dalam ruangan.
“Iya, ini kan memang mau masuk ke dalam,” jawab Cia dan melongos pergi menerobos 3 pria yang masih berdiri di ambang pintu itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
AGASTYA [ END ]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Cinta itu hanya membawa luka yang berakhir menjadi duka." Cia tidak pernah mengira bahwa cinta yang membuatnya bahagia akan menjadi cinta yang membuat dirinya mempunyai fobia. Philophobia, fobia jatuh cinta. Itulah fobia ya...