Hai aku up lagi nih. Semoga kalian nungguin aku up ya. *ngarep*
Ya udah lah ya, sebelum baca jangan lupa untuk vote ✨
Selamat membaca 🌹
🍃🍃🍃
Ketika dua hati bertemu. Biarkan semesta mengajarimu. Karena bisa saja ia hanya singgah untuk sementara waktu.
***
Lagi-lagi Gavin harus mengotori wajah degan bedak bayi yang ada di hadapannya, hal itu tentu saja membuat Agas, Dhafa, dan juga Ragil tertawa kegirangan.
Para anggota Aderfia kini tengah berkumpul di kafe dan resto Sakhasa. Mereka memang menjadikan tempat ini sebagai basecamp mereka. Kadang kala juga jika kondisi kafe dan resto ramai, mereka akan membantu melayani para pelanggan.
Agas tentu saja tidak masalah dengan semua itu. Justru ia menjadikan hal tersebut sebagai teknik marketing rumah makan yang dipegangnya. Kan lumayan kalau pelayannya cakep-cakep seperti anggota Aderfia, siapa juga yang gak mau datang.
Setelah bosan bermain kartu Uno, Agas mengambil ponselnya dan menatap foto Cia yang ia jadikan wallpaper ponsel dengan waktu yang cukup lama.
Ragil si anak super jahil diam-diam mengintip ponsel Agas dari samping. Begitu tahu foto yang ditatap oleh sahabatnya itu merupakan foto sang mantan kekasih, ia pun tersenyum jahil.
"Udah... gak usah lo pantengin terus fotonya! Belum tentu dia jadi sayang lagi sama lo!" ejek Ragil sambil merebut ponsel Agas dan menyimpannya di atas meja.
Agas mengacak-acak rambut Ragil dan mendorongnya pelan. "Sialan, lo!" cetusnya.
"Lagian lo kenapa gak sama si Hana aja sih, Gas?" tanya Gavin penasaran.
Agas berdecak pelan. "Kalau gue sama Hana, emangnya lo mau sama Syahna?" tawarnya yang langsung membuat Gavin bergidik ngeri.
"Ayang Syahna cuman buat gue seorang. Iya kan, Vin?" cetus Ragil tidak terima.
"Idiihh... Syahna masih terlalu waras untuk pacaran sama lo," kelakar Dhafa disambut gelak tawa dari yang lain.
Tidak lama, sebuah panggilan masuk dari Kana terlihat di layar ponsel Agas. Pria itu pun langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, Na? Ada apa?"
"Halo, Kak. Gue tadi gak sengaja ikuti Cia. Eh, ternyata dia lagi ke psikiater, kalau lo masih mau cari tau penyakit Cia, lo ke Jl. Lotus No. 5 aja, di situ ada praktik psikiater Dr. Renita," jelas Kana dari seberang telepon.
"Oke-oke, thanks ya informasinya," balas Agas sebelum menutup telepon.
Ketiga sahabat Agas terus menatapnya hingga ia selesai menerima telepon tersebut. Ketiganya seolah ingin mengajukan pertanyaan yang sama kepada dirinya mengenai apa dan siapa yang menelepon Agas barusan.
"Kana yang telepon tadi, katanya dia punya informasi soal Cia. Gue cabut dulu ya," pamit Agas.
"Enak ya jadi lo, pucuk dicinta ulam pun tiba," kelakar Ragil.
Agas tersenyum menyombongkan diri. "Udah ah, gue cabut dulu. Titip restoran ya," pamitnya kembali sebelum benar-benar pergi kali ini.
Tidak sampai setengah jam, Agas sudah sampai di alamat psikiater yang tengah dikunjungi oleh Cia. Karena takut ketahuan oleh Cia, laki-laki itu memutuskan untuk diam di dalam mobil terlebih dahulu hingga situasi di sana benar-benar aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGASTYA [ END ]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Cinta itu hanya membawa luka yang berakhir menjadi duka." Cia tidak pernah mengira bahwa cinta yang membuatnya bahagia akan menjadi cinta yang membuat dirinya mempunyai fobia. Philophobia, fobia jatuh cinta. Itulah fobia ya...