random 18: hello world

1K 224 70
                                    

"BANG SEN SADAR?!"

Teriakan Fiki menggema menghiasi ruangan putih berciri khas bau obat-obatan. Tujuh orang lainnya yang berada didalam ruang tersebut lantas bergegas mendekati ranjang berisikan pemuda yang badannya diselimuti dengan perban.

Shandy Maulana mengerjapkan matanya perlahan-lahan, menatap sekitarnya yang memandang dengan cemas. Sakit yang menjalari tubuh Shandy membuat pria itu tersadar bahwa kini ia berada di salah satu ruangan rumah sakit. "Ini gue masih hidup ya?"

"YA IYALAH MASA MATI?!" Fenly dengan tidak sabarnya menyahuti. Ia tidak senang mendengarnya, seolah-olah apa yang menimpa Shandy saat ini adalah kesengajaan.

Shandy meringis mendengar suara Fenly yang nyaring menembus gendang telinganya. Namun di lain sisi ia sungguh tak habis pikir dengan apa yang tengah terjadi. Seingatnya, ia pergi naik motor subuh-subuh ke arah Kota Bandung untuk menemui klien penting, namun nyatanya sekarang ia terdampar disini. Badannya juga terasa mati, terlebih hari-hari sebelum hari ini ia merasakan waktu berputar begitu lambat, sampai-sampai rasanya ia ingin mati saja agar pergerakan ruang dan waktu lebih cepat.

"Bang, lu inget gue nggak?" adalah tanya yang terlontar dari belah bibir Ricky yang menatap dengan mata berkaca-kaca. "Yaelah, yakali gue kagak inget. Lu Ricky si tukang bikin kopi. Bikinin gue kopi ye ntar," mau tak mau Ricky yang tadinya menampakkan raut cemas berubah menjadi berbinar dan menyunggingkan senyum lebar—senang dengan situasi Shandy yang rupanya tidak menghilangkan ingatan akan dirinya.

"Sembuh dulu baru gue bikinin kopi ya, Bang. Ntar gue bikin kopi yang nikmatnya sampe buat lu menembus nirwana," ujar Ricky.

"Yah, mati beneran dong kalo nembus nirwana," Soni dengan segala kejulidannya lagi-lagi merespon di situasi yang tidak tepat.

"SONI!?"

Soni terkekeh melihat reaksi semua orang. Namun tangannya menyodorkan segelas air putih kearah Shandy. Farhan dan Fenly membantu bujang tersebut untuk duduk agar mampu meminum segelas air tersebut. Susah payah Shandy membangkitkan dirinya sendiri, sakit di tubuhnya benar-benar membuatnya sukar untuk bergerak kesana-kemari. Dalam hati tujuh orang lainnya yang ada didalam ruangan ini, semuanya ikut prihatin atas kondisi sang badut kos-kosan ini. Yah, Shandy memang menyebalkan namun semua orang juga tau dibalik tingkahnya yang kadang tidak bisa dinalari itu, Shandy merupakan orang yang penyayang dan selalu berhasil menjadi yang paling dewasa dalam menyikapi segala hal.

"Bang, lu inget nggak kejadian detail sampai lu bisa terdampar disini?" tanya Gilang dengan serius.

Shandy menimbang sejenak, sepersekian detik kemudian ia menggeleng sambil mendesah lelah. "Nggak inget apa-apa sih gue. Emang ada apa? Ceritain dong,"

"Gue juga nggak tau, makanya gue nanya," ujar Gilang yang membuat Shandy mendengkus sebal.

"Lu minta gue gebuk ya, Lang? Sialan. Gue pikir lu tau,"

Yang lain hanya tertawa, sementara Shandy meski setengah dongkol turut mengembangkan senyumnya. "Kata polisi lu ketabrak truk tronton arah Jakarta-Bandung. Supirnya pake narkoba dan oleng pas lagi nyetir. Lu koma selama tiga hari. Hari itu semua udah curiga kenapa lu nggak ngabarin, tapi pas Ricky mau nelepon lu, tiba-tiba Fenly ditelepon sama rumah sakit dan boom! Katanya lu kecelakaan dan lukanya cukup parah sampe bikin lu koma. Dan, yah, alhasil lu ada disini sekarang," terang Farhan meluruskan apa yang terjadi pada bujang dihadapannya ini.

Shandy mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "Oh gitu ceritanya. Pikipaw lu kok diem aja sih?"

Fiki yang sedari tadi hanya menyimak kemudian membentuk ekspresi terharu di wajahnya. Ia mengusap air matanya yang turun tanpa diminta. "Bang sen maafin gue ya kalo gue banyak salah, apalagi akhir-akhir ini sering cuekin lu. Huaaaa... Jangan gini lagi ya, bang? Gue takut kalo lu meninggal siapa yang temenin gue berantem," ujar Fiki sembari menarik ingusnya agar tidak mengotori wajah.

Rumah Nomor 8 | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang