Kehidupan setelah masa-masa liburan terus berjalan seperti biasanya. Pagi ini Soni memutuskan untuk pergi menuju warung komplek untuk berbelanja. Tak mau lagi ia menyuruh Fenly, lelaki itu terlalu naif menghadapi ibu-ibu.
Lantas kini pria berkacamata itu telah tiba kembali di rumah sembari menenteng dua plastik hitam seusai belanja. Ia belum sempat membeli tas belanja ramah lingkungan yang baru. Beberapa waktu silam tasnya rusak dan membuat beberapa sayurannya jatuh ke jalan. Siapapun yang bersedia donasi totebag kepadanya maka ia akan menerima dengan hati yang lapang. Sekalian katanya agar dermawan itu dapat pahala.
Namun pernyataan Soni disanggah oleh Ricky yang lagi-lagi sedang mengaduk gelas berisikan gula dan teh di dapur. Pria berkacamata bertubuh atletis berhati hello kitty itu malah mengatakan bahwasanya Soni tak perlu repot-repot menunggu dermawan baik hati. "Capek-capek nungguin ada yang ngasih, mending lu mengharapkan kepastian dari gue. Ntar siang gue beliin totebag baru," ujar Ricky sambil memainkan alisnya naik turun, membuat Soni geli namun tak urung senang mendengarnya.
Fiki masuk ke dapur tidak lama setelah Soni usai membongkar barang belanjaan. Bungsu itu meraih segelas air putih dengan wajah kantuk yang terpatri. Mata panda yang menghiasi tidak dapat dibohongi. Hali ini telah berlangsung lama; sejak terakhir kali mereka pergi liburan bersama menghabiskan waktu. "Kusut amat lu Fik, kayak kolor belum di setrika," cetus Soni yang hanya diangguki Fiki. "Mau bubur ayam," ujarnya tiba-tiba.
"Beli sana,"
"Males. Jauh," jawab Fiki seadanya.
"Ya kalo mau makan sesuatu ya kudu ada usahanya dong," jawab Soni.
Fiki merengut, "tapi males jalan sendiri. Ada yang mau nemenin nggak?"
"Sama Bang Sen sana, bangunin dia. Itu orang kalo nggak dibangunin ntar malah nggak bangun-bangun," jawab Ricky. "Bang Sen nggak ada kali. Dia udah keluar dari pagi buta nggak tau kemana. Nggak bilang apa-apa tapi udah rapi jam lima tadi langsung keluar gitu aja," jawab Soni membuat Ricky melotot.
"Hah?! Jam lima pagi??? Kok subuh banget keluar rumahnya? Dia pake celana training jeleknya apa pake pakaian rapi buat kerja?"
Soni mengingat-ingat sebentar, "Tadi udah pake kemeja flanel sama kaos trus pake celana jeans. Outfit buat keluar jalan, bukan buat kerja apalagi olahraga. Gue juga nggak nanya sih karena pas itu gue baru banget bangun, jadi masih setengah sadar. Kayaknya nggak ada yang liat dia pergi juga,"
"Aneh banget keluar pagi buta, nggak biasanya. Apa jangan-jangan ada sesuatu yang urgent ya?"
Baik Soni maupun Fiki hanya bisa mengedikkan bahu tak tahu menahu perkara itu. "Mungkin. Nggak tau juga kenapa tiba-tiba aja pergi. Nanti juga anaknya cerita kalo ada sesuatu," ujar Soni menanggapi.
Mereka pun kembali ke aktivitas masing-masing seperti hari biasanya.
****
Tapi ternyata setelah melalui hari dengan panjang, Shandy tidak pulang.
Untuk pertama kalinya, Shandy tidak pulang ataupun memberi kabar pada salah satu diantara mereka. Ponsel lelaki itu mati seiring dengan perginya ia sejak subuh tadi.
"Eh serius lu semua udah ngehubungin temen-temennya?" Farhan si tertua bertanya.
"UDAH ANJIR. GUE JUGA PANIK INI. Tadi gue telepon pacarnya juga nggak diangkat. Temen kerjanya juga nggak. Temen nongkrongnya juga nggak. Gue bingung banget ini," jawab Fenly dengan raut wajah yang penuh kegelisahan. Ia bahkan tak berhenti mondar-mandir sejak tadi, membuat yang lain juga semakin cemas melihatnya.
"Aduh nggak bisa nih begini terus. Kita keluar aja cari dia gimana? Gue juga sambil posting di Instagram deh biar followers gue yang daerah Jakarta dan sekitarnya bisa bantuin," ucap Gilang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Nomor 8 | UN1TY
FanficDelapan orang kepala dengan latar belakang berbeda-beda kini memutuskan hidup bersama dalam satu atap. Pak Jo selaku pemilik rumah memutuskan untuk menampung delapan anak itu dengan senang; walau sedikit banyak harus menerima kelakuan aneh dan segal...