random 11: Tentang Shandy

1.6K 269 44
                                    

who is to be the weirdest in this house, could be loves the most of us with all his heart
—Shandy Maulana, penghuni kamar no. 06

••••

Bertahun-tahun hidup merantau dengan pekerjaan yang sebenarnya tidak begitu pasti, Shandy tidak berpikir bahwa hidupnya akan senyaman ini. Benar. Ia tidak merasa susah sama sekali. Menjadi makelar bukan suatu hal yang gampang ataupun hasilnya pasti, namun berkat menjadi makelar, hidup Shandy yang tadinya anyep berubah menjadi lebih berwarna. Selain karena ketambahan punya keluarga yang sayang abis dan pacar cantik, Shandy juga merasa lebih beruntung punya keluarga kedua seperti teman-teman kosnya.

Orang-orang selama ini hanya tau bahwa Shandy itu menyebalkan dan banyak tingkah, jahil dan suka brisik tidak pada tempatnya. Namun yang sebenarnya terjadi, manusia hobi tidur dan agak tak berperasaan itu termasuk salah satu makhluk yang sangat menyayangi teman-temannya.

Seperti sekarang misalnya. Dia tidak begitu sering muncul di acara gotong royong membersihkan rumah, namun kali ini dia memutuskan untuk mengikhlaskan jadwal tidurnya untuk membantu teman-temannya. Ini suatu keajaiban dan ini termasuk hal yang menunjukkan rasa sayang Shandy pada orang disekitarnya. Entah sedang kerasukan pasukan rajin darimana, Shandy hari ini lebih mendedikasikan hidupnya untuk bercengkrama dengan teman-temannya.

Pagi hari yang cerah disertai siulan gadis muda yang kadang-kadang sengaja lewat depan rumah mereka, Shandy dan Ricky memutuskan untuk membersihkan got mereka yang nyaris tersumbat. Maklum, mereka tinggal di kota rawan banjir, jadi harus sering bersih-bersih rumah apalagi bagian got depan seperti sekarang.

Shandy dengan kaos ungu dan boxer hitam diatas lutut yang menampakkan betis dan pahanya sudah siap bersama cangkul di tangan. Ini Shandy loh, yang kadang memegang sapu saja enggan tapi hari ini justru menjadi sukarela mengorbankan dirinya kotor dan berkeringat. Tenang, katanya dia lagi rajin saja, bukan ada maksud apa-apa.

"Rick, ini buang di tepi deket tembok begini ntar temboknya malah kotor dong?"

"Hmm iya juga ya, Bang. Ini udah kotor temboknya, kalo ditambahin makin kotor. Gimana kalo ditaroh di tepi samping jalan ini aja?"

Shandy menggeleng. "Jangan lah anjir. Kasihan ntar ganggu pengguna jalan,"

Ricky mengerutkan dahinya, menatap bingung sekaligus terkejut dengan pemikiran Shandy. Jujur, Shandy itu jarang sekali memikirkan hal seperti ini, wajar rasanya bila siapapun yang mendengar menjadi terkejut terheran-heran.

"Kenape lu diem? Ambil karung sono. Masukin karung aja nih lumpur-lumpurnya. Ntar ditaroh dimana kek gitu yang penting nggak ganggu jalan sama ngotorin tembok," ucapnya.

Ricky pada akhirnya mengangguk dan memilih untuk masuk mencari karung beras yang sekiranya bisa digunakan untuk menampung lumpur-lumpur ini. "Rick, mau kemana?" tanya Fenly yang sedang sibuk membersihkan saluran westafel bersama Gilang.

"Ini disuruh bang Sen ambil karung buat nampung lumpurnya. Soalnya kalo di tepi jalan ntar bisa ganggu pengendara katanya,"

"Hah? Bang Sen yang bilang gitu?" Gilang nampaknya sepakat dengan pertanyaan Fenly. Terlihat dari raut wajahnya yang menampakkan kebingungan yang serupa.

"Loh iya. Aneh kan?"

"Banget. Kesambet apaan si Sendy?" namun pertanyaan Gilang hanya terjawab dengan kedikan bahu. Lantas setelahnya Ricky berlalu setelah menemukan apa yang ia perlu.

[]

Siang hari usai semuanya kelelahan bersih-bersih rumah dan sekitarnya, mereka langsung disuguhi berbagai macam makanan diatas meja oleh Pak Jo. Lelaki yang nyaris setengah abad itu tersenyum pada anak-anak kosnya. "Adem juga ya ngeliat kalian kayak gini,"

Rumah Nomor 8 | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang