“I'm 19 and still overthinking like I used to do,”
—Zweitson, penghuni kamar no. 05—
••••
Banyak hal di dunia ini yang membuat sosok dengan kacamata bulatnya itu sebal. Soni tidak pernah membayangkan bahwa di usianya yang ke-19 tahun dirinya akan merasakan yang namanya patah hati usai jatuh cinta sedalam-dalamnya.
Selama ini, yang orang tau bahwa Soni pindah hanya karena lelaki itu tidak suka melihat kemesraan saudaranya, namun dibalik semua itu ada sebuah rahasia yang hanya cowok itu yang tahu. Ia kabur. Ia kabur dari masa lalunya yang pahit.
Soni jatuh cinta untuk pertama kali. Namun di detik itu juga ia patah hati.
"Son, ngelamun aja lo! Desain lo belum kelar, kerjain buru," seruan yang berasal dari Nino, teman kantornya itu membuat Soni menghela napas.
Ia menatap kearah komputer, desain kliennya memang belum selesai, namun pikirannya malah melanglang buana. Ia lalu kembali berkutat dengan komputernya. Hampir satu jam hingga akhirnya desain spanduk itu selesai ia kerjakan.
Soni mengangkat tangannya ke udara, merenggangkan seluruh otot-otot tubuhnya yang nyaris remuk. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang, dan teman-temannya sudah menghilang sebab waktu ishoma telah tiba.
Lelaki berkacamata itu mengambil ponselnya, memainkannya sebentar kemudian mengantonginya dan mulai melangkahkan kaki menuju warung kaki lima yang ada diseberang jalan.
"Bu, mau pesen gado-gado dong satu yang pedes, ya," ujar Soni kemudian memilih bangku kosong.
Soni mengetukkan jarinya di atas meja dengan bosan, ia menoleh ke sekitarnya hingga akhirnya tertuju pada satu titik. Seseorang dengan seragam hitam putih khas guru honorer tengah berdiri didampingi seorang lelaki berseragam polisi. Soni melengos, kemudian tersenyum miring, merasa miris dengan dirinya sendiri.
Seseorang yang menolaknya karena ia tak berseragam. Seseorang yang menolaknya karena ia ‘masih dianggap’ terlalu muda. Padahal usianya dan Soni hanya berbeda 1 tahun 2 bulan, apakah terasa begitu salah mencintai sosok yang lebih tua darinya? Ataukah memang sudah ada undang-undang bahwa lelaki yang lebih muda tidak boleh menyukai perempuan yang lebih tua? Padahal perasaan manusia tidak bisa diatur. Soni jatuh cinta, namun ia ditolak. Soni suka, tapi ia tak bisa apa-apa. Perempuan itu lebih memilih sosok berseragam, bukan dirinya. Ah, sakit bukan? Terlebih ia adik dari kakak iparnya, satu atap dengannya sebelum akhirnya ia melarikan diri untuk ngekos di tempat Pak Jo.
"Silahkan, mas," ujar pelayan warung sambil menyodorkan sepiring penuh gado-gado. Atensi lelaki itu teralihkan sepersekian detik ke arah piring itu.
Soni melahapnya dengan penuh semangat. Ia bersemangat makan bukan karena ia senang, melainkan ia sedang mengalihkan pikirannya dari bayang-bayang sosok yang baru saja ia lihat. Sakit. Soni bahkan hampir gila melihatnya.
Uhuk uhuk
Akibat terburu-buru, cowok itu akhirnya tersedak. Soni meraih gelas dan menuangkan air kedalamnya. Ia mengeluarkan sedikit bulir air dari matanya. Lelaki itu mengusap dengan cepat. Ini gila, gue bener-bener gila. Batin cowok itu menghardik dirinya sendiri.
Segera Soni menyelesaikan makanannya dan berbalik menuju kantor. Ia harus segera bekerja kembali, atau gajinya akan dipotong bulan ini. Lagipula, membiarkan dirinya terus seperti ini hanya akan mengembalikan rasa sedih yang tidak berkesudahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Nomor 8 | UN1TY
FanfictionDelapan orang kepala dengan latar belakang berbeda-beda kini memutuskan hidup bersama dalam satu atap. Pak Jo selaku pemilik rumah memutuskan untuk menampung delapan anak itu dengan senang; walau sedikit banyak harus menerima kelakuan aneh dan segal...