random 2: Masih Perkara Kolor Pink Hilang

2.7K 414 48
                                    

Memasuki pekarangan rumah, Fenly dikejutkan dengan keberadaan Shandy yang tengah menenteng seperangkat alat kebersihan. Soalnya kalau mau membawa seperangkat alat sholat rasa-rasanya Shandy belum siap.

"Lu ngagetin gue aja Bang Shan," ucap Fenly sambil mengusap dadanya.

"Hohoho. Gue lagi rajin hari ini jadi mau bersihin halaman. Lu dari pasar?"

Fenly menggeleng, "nggak, Bang. Gue tadi pergi ke warung ujung komplek doang. But, besok-besok gue nggak mau lagi deh ke situ. Serem!"

"Lah? Lu kira kuburan serem segala? Emang kenapa?"

Cowok itu kemudian mendekatkan dirinya pada Shandy dan mulai membisikinya. "Mereka melakukan perdagangan manusia,"

Sontak Shandy yang mendengarnya pun tertawa terbahak-bahak. Demi Tuhan, apa-apaan temannya ini? Perdagangan manusia katanya? Halu!

"Udah gila lu, Fen! Ketawa nih gue,"

Fenly mendengkus, "serius! Lu cobain sendiri dah ntar,"

"Duh, Fenly ada-ada aja sih lu. Emang kenapa sih? Perdagangan manusia gimana hah?"

"Emak-emak pada jualan anaknya ke gue. Masa mereka nawarin anak-anaknya ke gue, sih. Aneh banget. Serem!"

Shandy menyipitkan matanya dan menyentuh dahi Fenly yang agak sedikit hangat. "Agak demam, kayaknya lu emang ga waras sih, Fen. Udah sana masuk kasih sayurnya ke Soni biar dia yang masak. Heran gue yang begituan dianggap serius,"

Fenly kemudian langsung berlalu dan mendapati Soni yang tengah sibuk memotong-motong daging ayam di dapur. Disebelah Soni ada Ricky yang tengah mengaduk teh sambil joget nggak jelas. Umur boleh tua tapi kelakuan udah mirip kayak anak TK.

"Son, nih sayurnya! Lu kalo nyuruh beli sesuatu jangan di warung itu lagi dong! Serem tau,"

"Apaan? Serem kenapa?" sahut Ricky dengan kepo.

"Lu tau nggak sih? Disitu selain jual sayur, mereka pada jualan manusia. Orang-orang makin hari makin aneh aja,"

Soni menggelengkan kepalanya pelan sementara Ricky yang mendengarnya hanya menganga dan berusaha memahami informasi yang baru ia dapat.

"Ini pasti gara-gara mereka nawarin anak mereka, kan?" cetus Soni.

Tuh 'kan benar. Soni itu sudah mirip Roy Kiyoshi yang bisa ramal-meramal. Benar-benar salut kepada Soni. Omong-omong, dia tau darimana, ya?

"Kok lu tau sih, Son? Lu sering digituin juga sama ibu-ibu?"

Soni menggeleng, "gue kalo mau berangkat kerja kadang suka beli minuman dulu di warung itu. Jadi, kadang gue nggak sengaja denger mereka pada gosipin anak mereka yang cocok sama siapa aja. Salah satunya mereka pernah nyebut nama lu,"

"Hah? Kok bisa gitu sih? Kalo ada yang nyebut Fenly, berarti ada yang nyebut gue juga dong?" tanya Ricky dengan berbinar-binar.

"Hih! Apaan sih lu! Nggak ada ya, Rick. Emak-emak komplek ini seleranya kayak Fenly trus si Aji. Bukan bangkotan kayak lu," cetus Soni dengan sadis.

Ricky cemberut dan ekspresi berbinarnya langsung hilang dalam sekejap. "Gue masih 21 udah dikata bangkotan. Kejam kau, Soni! Apa pantas kau mengatakan hal seperti ini padaku? Hah! Sungguh teganya teganya dirimu!"

Fenly menyentil dahi Ricky dengan gemas, "alay!"

Diperlakukan demikian oleh Fenly tidak lantas membuat Ricky tersinggung. Lagipula, dirumah ini semuanya dianggap sama. Tidak pantas rasanya tersinggung untuk hal kecil seperti ini.

"Fen, kayaknya kita perlu bawa dia ke ustadz deh. Makin aneh dia lama-lama,"

"Korban gagal move on emang kayak begini jadinya. Yang waras diem aja," celetuk Fenly yang semakin membuat Ricky sebal.

"Tega kalian padaku!"

[]

"Fik, capek gue huhu,"

Fiki memutar bola matanya malas. Lagipula, sudah ia bilang 'kan kalau kolor kesayangan Farhan itu tidak pernah ia lihat? Jadi ia tidak tau harus mencari dimana.

Sedari tadi keduanya sudah mencari di sudut-sudut rumah, barangkali Farhan mendadak amnesia dengan keranjang cuciannya sendiri sehingga menaruh di sembarang tempat. Mengingat umur Farhan yang tua, Fiki tidak heran.

"Lu aja capek apalagi gue yang nggak ada kaitannya sama kolor lu, Bang,"

"Jahat lu, Fik. Biar cuma kolor juga itu benda kesayangan tau kagak. Apapun yang dari mantan gue semuanya adalah barang kesayangan," sahut Farhan dengan sedih.

"Ikhlasin aja sih. Lagian kolor banyak kali dijual. Mantan lu tuh aneh tau nggak Bang, buat apaan coba ngasih kolor segala,"

"Bocil diem deh. Lu nggak tau kan dulu gue terharu banget dikasih itu kolor pink totol-totol item. Rasanya gue diperhatiin banget,"

"Terserah deh. Gue nggak mau ikut campur lagi. Lu cari dah tuh kolor sendiri. Nggak ngerti lagi gue harus nyari dimana,"

Detik berikutnya Fiki pun berlalu menyisakan Farhan yang termenung sendirian di halaman belakang. Cowok itu menatap ke arah Gilang yang baru saja usai mencuci pakaian dan saat ini bersiap-siap menjemurnya.

"Lang,"

Gilang menoleh, "oi mas bro,"

"Lu pernah nggak sih sedih banget gara-gara kehilangan?"

Sambil menjemur baju YouTuber yang satu itu mengangguk. "Namanya juga kehilangan ya pasti sedih. Kenapa? Lu kehilangan apaan?"

Farhan dengan ekspresi sok sedihnya lalu berucap, "kolor kesayangan gue hilang,"

"Hah? Kolor?"

Farhan mengangguk. "Itu kolor dari mantan gue. Warnanya pink totol-totol item. Lu ada liat nggak, Lang?"

Gilang menggeleng tegas. "Nggak lah! Gue aja nggak tau lu punya kolor begitu modelnya. Emang kapan hilangnya?"

Farhan menggeleng lagi. "Nggak tau. Tadi subuh abis mandi gue mau pake itu kolor tapi malah nggak ada. Seinget gue udah gue cuci,"

"Ckckck. Udah lu ikhlasin aja, Bang Han. Mungkin udah saatnya itu kolor ilang biar lu nggak punya barang dari mantan lagi," tanggap Gilang sambil menepuk-nepuk bahu Farhan. "Gue turut berduka cita," ucapnya.

Farhan mengangguk. "Lu bener. Mungkin gue harus mengikhlaskan kolor itu,"

"Pacar sendiri aja bisa ilang, apalagi cuma kolor. Semangat mas bro!"

Ckck. Memang paling cocok kalau dua orang ini bertemu.

-
14 Mei 2020
-april.

Rumah Nomor 8 | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang