rumah nomor 8

1.3K 230 48
                                        

"Oncom kucing cakep, buntelan bulu kesayangan gue, tolong lu kalo main kagak usah deket-deket pohon mangga di belakang rumah plis! Ya ampun ngerepotin gue doang mandiin lu," sore hari saat matahari mulai bergulir kearah barat, Shandy mengomel pada Oncom si kucing oren yang kini sedang anteng dibersihkan oleh cowok itu.

Oncom dengan kaki pendeknya baru saja menginjak lumpur didekat pohon mangga belakang rumah. Alhasil, Shandy harus menyelamatkan kucing itu dan membersihkannya karena hari ini adalah jadwalnya. "Lu kalo mau kotor-kotoran harusnya bukan pas jadwal gue dong, Com! Pas jadwal Pikipaw kek biar dia rajin dikit,"

"Apa tuh sebut-sebut nama gue?!" Shandy tidak tahu bila Fiki sedang berjalan di belakangnya, bungsu itu kemudian menghampiri Shandy dan Oncom sambil berekspresi jijik.

"IHHHH KOK LU JADI CEMONG SIH, COM?! ABIS MAIN DI MANA LU?!?!?!" cowok itu langsung histeris begitu mendapati Oncom dengan lumpur yang melekat di badan kucing itu.

"Noh di pohon mangga belakang. Iseng bener emang si Oncom, dikasih lepas dari kandang malah main lumpur. Emang anak-anak jaman sekarang suka ada aja kelakuannya yang bikin pusing," keluh Shandy sambil memandikan Oncom dengan telaten.

Fiki yang sedari tadi berdiri di ambang pintu kamar mandi kemudian mulai menjongkokkan dirinya di ambang pintu WC seraya berucap, "Bang, lu tau cewek depan rumah kita 'kan? Yang cantik banget itu?"

"Hm. Kenapa?"

Fiki menghela nafasnya sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya. "Gue liat-liat dia sering banget pulang sama cowok, Bang. Kayaknya anak sekolah dia juga. Duh, patah hati deh gue,"

Shandy mengerutkan dahinya dalam. Ia pikir Fiki sudah tidak memperhatikan gadis di seberang rumah mereka itu. Semenjak Fiki mengetahui ayah dan ibunya akan segera bercerai—tepatnya sekarang sedang menunggu hasil sidang— Fiki terlihat tidak mempedulikan apapun. Cowok itu bahkan sesekali tertangkap melamun dengan pandangan kosong. Sebab itu, Shandy pikir Fiki sudah tidak bisa memikirkan hal lain selain tentang keluarganya yang berantakan. "Lu masih merhatiin ya ternyata? Gue kira udah nggak,"

Fiki menundukkan kepalanya, sambil memainkan rubik yang ada di tangannya. Cowok itu terlihat sendu. "Sebenarnya gue udah sempet chatan sama dia, tiap hari malahan. Eh tiba-tiba pas ada masalah sama keluarga gue, gue sempat ghosting. Ya akhirnya gitu deh sekarang," ujarnya dengan pelan.

Shandy terdiam sesaat sebab terkejut mendengar pengakuan cowok itu. Biasanya Fiki akan menceritakan hal apapun padanya, tapi untuk urusan yang satu ini, ia bahkan tidak ingat jika Fiki pernah menceritakan padanya. Ia kemudian melirik sedikit kearah cowok itu. "Ya berarti lu juga salah kan nge-ghosting-in anak orang? Wajar aja dia jadian sama orang lain, kan lu juga nggak jelas. Tiba-tiba ngechat tiap hari, abis itu ghosting. Mana lu juga udah nggak pernah nyapu halaman buat modusin dia, mungkin doi juga mikir lu cuma mainin dia," ucap Shandy menanggapi.

"Mungkin," cicit Fiki sambil menyelesaikan rubiknya.

Seusai mengeringkan tubuh Oncom dan mengembalikan kucing itu ke kandang serta memberinya makan, Shandy kemudian mendekati Fiki yang sudah berpindah duduk di meja makan. Cowok itu mengulurkan sebelah tangannya kearah Fiki. "Fik," panggilnya namun Fiki tak sedikitpun bergerak.

"Hm?"

"Jalan yuk!"

Fiki menghentikan gerakan tangannya dan menatap pada tangan Shandy yang terulur padanya. "Kemana, Bang?"

Shandy menyeringai, "Muterin kota, makan jajanan kaki lima atau apa aja yang lu suka. Gue lagi banyak duit. Ayo! Daripada galau di rumah, sini gue temenin galau di luar,"

Mendengar kata ‘makan’ terucap dari bibir Shandy, Fiki dengan mata yang berbinar kemudian menyambut uluran tangan abangnya itu tanpa membuang waktu yang lama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rumah Nomor 8 | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang