random 10: tentang Fajri

1.9K 294 54
                                    

The most difficult thing is adapting and fighting for yourself to reach the word of "appropriate"

—Maulana Fajri, penghuni kamar no. 03

••••

Butuh waktu yang tidak sedikit sampai akhirnya Aji memutuskan keluar dari rumahnya dan memilih hidup mandiri ditengah-tengah paksaan orang tuanya untuk menikahi seorang bunga desa. Aji tidak pernah menyangka bahwa orang tuanya pernah berpikir untuk menikahkannya di usia muda. Namun, nyali Aji begitu besar untuk menolak. Laki-laki itu memutuskan pergi dan mengejar cita-citanya menjadi sarjana.

Meskipun orang tuanya bilang ia tetap bisa berkuliah walau sudah beristri, namun Aji tidak semudah itu untuk menerima kenyataan. Ia masih muda dan ia tau bahwa dirinya belum siap untuk menanggung beban lain di pundaknya. Aji masih ingin bersenang-senang, Aji masih ingin bebas tanpa memikirkan siapapun dan ia masih ingin menelusuri banyak hal—yang mungkin tidak bisa dirasakannya apabila ia menikah.

Saat ini Aji tengah fokus pada perkuliahannya. Terhitung sejak menjadi mahasiswa, Aji telah menobatkan dirinya sendiri sebagai mahasiswa kupu-kupu alias kuliah-pulang-kuliah-pulang. Ia hanya akan pergi pada pagi hari, kemudian kembali setelah kelas untuk tidur siang. Berangkat kembali pada siang hari sampai sore kemudian pulang lagi. Aji tidak mengikuti organisasi apapun karena menurutnya ia tidak memiliki manajemen waktu yang baik.

Laki-laki yang baru menginjak semester 3 itu kini sedang sibuk-sibuknya mengerjakan tugas. Tidak ada hari tanpa nugas. Waktunya tersita banyak untuk mengerjakan tugas, sehingga tidak jarang ia tidak ikut bermain bersama rekan kosnya. Serupa lirik lagu “Fana Merah Jambu”, pagi ke pagi ku terjebak di dalam ambisi, kurang lebih itulah Aji. Ia menuntut dirinya sendiri untuk belajar dengan serius dan mendapatkan nilai yang bagus.

Sekarang pukul setengah lima sore. Aji lantas mengecek ponselnya dan menemukan notifikasi yang tertera dengan nama ‘Fenly Kos’ disana. Ia membukanya dan membacanya dengan sekilas lalu langsung memasukkan kembali ke saku celananya.

Aji melangkahkan kaki menuju parkiran kemudian berangsur-angsur meninggalkan kampus bersama dengan kuda besi yang ia tunggangi. Lelaki itu menyusuri jalanan kota dengan santai, tanpa terburu-buru. Fenly pasti akan misuh-misuh jika ia telat menjemput, tapi, ya sudah? Aji mana peduli.

[]

Tiba di depan gerbang sebuah SMA yang tidak jauh dari kosannya, Aji lalu menyodorkan helm kepada Fenly yang sudah menunggu bak orang kesepian. "Lelet lo, Ji. Gue udah lumutan nungguin lo daritadi,"

Tuh kan. Aji sudah hafal dengan tabiat teman kosnya itu. Fenly dan segala misuhannya adalah paket lengkap setiap kali lelaki itu telat menjemputnya. "Ya udah sih, udah gue jemput ini. Lagian lo kenapa nggak mesen ojek aja? Zaman sekarang ojol banyak, tinggal order. Daripada lo misuh gini mulu ke gue, nambah dosa aja lo," ucap Aji namun tak urung menarik gasnya pelan-pelan.

"Gue tuh hemat, Ji. Banyak yang kudu dibayar, makanya mending nebeng lo," sahut Fenly.

"Kenapa nggak anak kos yang lain? Kenapa mesti gue yang harus jemput lo kalo si Peter lagi rusak? Hadeh,"

"Brisik lo, ah! Lagian lo doang yang searah sama SMA tempat gue kerja. Lagipula Peter tuh nggak rusak, dia cuma kurang belaian gue aja makanya ngambek," fyi, Peter adalah nama motor kesayangan Fenly. Motor yang benar-benar menemani Fenly sejak bertahun-tahun lamanya, satu-satunya aset yang Fenly punya sejak merantau. Ia menyayangi Peter layaknya petani yang menyayangi Malika si kedelai hitam.

Rumah Nomor 8 | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang