random 3: Dibuka Sedikit Jendelanya

2.5K 396 61
                                    

Memasuki malam hari, biasanya Fiki akan nongkrong di balkon sambil menatap lurus kearah rumah didepannya. Balkon diseberang sana selalu terlihat menyala namun sangat jarang terlihat sosok yang mendiaminya.

Fiki paham bahwasanya si pemilik kamar di seberang sana tidak suka ia perhatikan, namun apalah dayanya. Fiki hanya menyukai gadis itu sedari ia pertama kali menginjakkan kaki di rumah nomor 8. Ia selalu senang memperhatikan sosok diseberang sana sambil tersenyum-senyum sendiri.

"Fiki!" panggilan itu sontak membuatnya terkesiap. Fiki menoleh dan mendapati Aji tengah memegang mug yang diperkirakan berisi coklat hangat.

"Apaan?"

"Gue mau pinjam charger. Lu taroh dimana?"

Fiki menunjuk kearah nakas yang letaknya di samping kasur cowok itu. "Charger lu mana? Miskin banget nggak punya charger,"

Aji mendelik, "mulut lu nggak ada akhlak, ya. Charger gue dipinjem Bang Shan, kalo lu mau ngatain miskin, katain dia aja sono!".

"Idih sensi banget lu, Ji. PMS lu?" cowok itu lalu terkikik pelan membuat Aji yang mendengarnya mencebikkan bibir dengan kesal.

"Brisik ah!"

"Yaelah. Lagian, kenapa nggak pinjem sama Fenly? Biasanya kan lu apa-apa ke dia,"

"Dia juga lagi make. Kalo dia nggak make juga gue nggak bakal repot-repot naik tangga buat minjem di elu," sahut Aji.

Cowok itu lalu merebahkan tubuhnya di kasur Fiki dan mulai berselancar kembali di dunia maya. "Lu ngapain sih disitu, Fik? Malem-malem begini banyak nyamuk,"

Fiki tersenyum tipis, "lagi menunggu keajaiban dia mau muncul dan natap gue," sahutnya dengan sendu.

"Idih, bahasa lu, Fik!"

Fiki berdecak, "lu nggak pernah sih ngerasain kayak gini! Lu kan jomblo abadi!"

Aji lantas mendelik, "enak aja! Lu pikir gue kabur ke Jakarta buat apaan, hah? Biar apa gue disini merintis karir dan lanjutin kuliah? Demi menghindari cewek!"

"Nyenyenye," olok Fiki sambil membentuk gerakan menguncup di tangannya.

Aji melemparkan bantal kearah Fiki, "aduh! Pala gue, woi!"

"Abisnya lu ngeselin. Udah bucin, ngatain orang lagi,"

"Alah brisik banget lu, Ji. Mending keluar sono! Ganggu gue yang merenung doang lu,"

Aji lalu memutuskan kembali ke kamarnya dengan membawa charger yang telah ia pinjam. "Ntar gue balikin, Fik!" teriaknya di luar kamar.

Fiki mendengkus kemudian kembali memfokuskan pandangannya kearah jendela diseberang sana. Setitik harapan lantas muncul di hatinya tatkala gadis itu membuka sedikit gordennya dan melihat kearah luar.

Mata keduanya bertemu sepersekian detik walau setelah itu gadis tersebut langsung menutup kembali gordennya dengan cepat. Fiki tersenyum manis seperti gulali di pasar malam.

"YA ALLAH TERIMAKASIH YA ALLAH. DIA AKHIRNYA BUKA SEDIKIT GORDENNYA. APAKAH INI SETITIK JALAN UNTUKKU MENGGAPAINYA?"

Brak!

"FIKI LU BERISIK BANGET EIIII!" teriakan Fenly menutup malam itu. Meski kena semprot, hati Fiki rasanya berbunga-bunga. Malu banget tapi senang xixixi, batinnya.

[]

Hari sudah kembali pagi. Satu per satu anggota rumah nomor 8 mulai membuka mata dan bergerilya di dalam rumah. Semuanya sibuk sendiri mempersiapkan keperluan untuk bekerja dan sekolah.

Pak Jo baru bangun tidur dan melihat Soni tengah asik sendiri mengaduk nasi goreng di panci. Pria itu menggelengkan kepala merasa kasihan dengan Soni. Yah, memang Soni yang paling sering masak dirumah ini, makanya rumah tanpa Soni nggak tau deh akan makan apa.

"Soni?"

"Eh, Pak Jo? Saya masih aduk nasi goreng. Tungguin aja di meja ya pak," ujar Soni.

Pak Jo mengangguk. "Iya. Tapi, anak-anak lain kok nggak ada yang bantuin kamu, ya? Pada kemana anak-anak bandel itu?"

Soni menggeleng, "ih gatau saya pak. Palingan juga pada sibuk sendiri. Bapak liat aja nih saya ngaduk-ngaduk sendiri, hiks. Kasihani saya ya pak, bulan ini potong biaya kos dong biar saya bisa beli album Twice,"

"Saya emang kasihan sih sama kamu, tapi nggak ada potongan, ya. Enak aja kamu memanfaatkan rasa kasihan saya. Saya cuma minta bayar kos tiga ratus ribu sebulan doang masih minta dikasih diskon," cetus Pak Jo.

"Dih si bapak,"

Tak lama Shandy pun datang dengan penutup mata yang menempel di dahinya. Shandy kalau baru bangun tidur memang seperti itu modelnya.

"Son, liat kunci motor gue nggak? Nggak ada di kamar gue masa,"

"Lah? Yang punya elu ngapa lu tanyain gue, heh! Lu nggak liat gue lagi ngaduk nasi goreng? Sekarang lu nyuruh gue mikir dimana kunci motor lu? Jangan ngadi-ngadi deh lu bang. Tanya si Ricky aja sono!" sahut Soni dengan ngegas.

Mendengar hal itu Shandy hanya menatapnya dengan tatapan menyipit, "padahal gue nanya doang tapi lu brisik banget kayak bayi belum ganti popok,"

"Bang Shan nggak usah rese ngatain gue! Masih pagi, jangan sampe gue timpuk lu pake spatula!"

Pak Jo yang melihat itu hanya bisa elus dada. Dia bersyukur kepada Tuhan, dirinya masih hidup dalam keadaan sehat meskipun jiwanya harus kena goncangan melihat anak-anak bandel ini tarik urat pagi-pagi.

Sabar Jo, sabar. Lumayan uang sewa mereka bisa buat beli kalung baru si Oncom . Batinnya menyemangati diri sendiri.

-
19 Mei 2020
-april.

Rumah Nomor 8 | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang