11

79 6 2
                                    

"Aku tidak tahu apa yang kau fikirkan, Cyntia! Mengapa harus Zeri? Bukankah perjodohanmu dengan David?" Tanya Kezia kepadaku.

"Ia kakakku. Tentu, saat ini ia takkan menyetujui perjodohan bodoh itu." Zeri menjawab pertanyaan Kezia yang seharusnya aku jawab.

Hari ini tak ada tenaga. Aku terlalu malas berdebat dengan kedua orang di hadapanku itu.

"Aku tidak bisa mengumumkan pernikahan secara langsung, aku juga tidak bisa langsung mengakui sebagai kekasihmu. Aku ingin memulai ini dengan perlahan. Biarlah orang lain yang menerka hubungan kita." Ungkapku sambil melangkah menjauhi mereka.

"Besok perusahaanku mengadakan pembukaan perusahaan cabang baru di Jakarta. Kau harus ikut!" Pinta Zeri.

"Bicarakan saja dengan Kezia, ia yang mengatur jadwalku. Setelah itu, aku mohon kalian pulanglah!"

Hari ini aku harus menangkan diri yang telah membuat keputusan bodoh.

***

"Hei, Zeri! Aku tak akan menyetujui hubungan ini." Ucap Kezia padaku.

"Bagaimana jadwal Cyntia besok? Tolong beri waktu untukku mulai besok jam tujuh malam dan seterusnya." Aku mengabaikan ucapan Kezia. Ia terlalu ikut campur.

"Baik."

Aku pun berdiri, berniat meninggalkan tempat ini. Aku rasa Cyntia harus beristirahat.

"Sial, aku menyetujui permintaan itu. Hey, Zeri! Cyntia hingga detik ini mencintai sahabatmu, Henry. Menyerahlah!" Informasi yang Kezia katakan sudah aku ketahui sejak lama.

Aku melanjutkan langkahku dan mengabaikan ucapan Kezia.

"Bolehkah aku memohon sambil mengemis, tolong akhiri perjanjian ini dan bantulah pendekatan Cyntia dan David!" Kezia terus berbicara sambil mengikuti langkahku.

Permintaan macam apa itu! Aku tidak mungkin mampu melihat orang yang aku cintai menjadi kakak iparku. Bagaimana mungkin aku mampu melihat wanita yang aku kagumi bersama pria lain setiap detik?!

"Aku tidak akan menyiksanya. Percayalah!" Ucapku kepada Kezia sambil menatap matanya.

***

Jantungku berdegup dengan cepat. Ayah, bunda dan kakakku telah sepakat untuk bertemu dengan Cyntia. Aku menantinya di depan pintu masuk, aku memperhatikan setiap tamu yang datang tetapi aku tak melihat Cyntia. Bukankah seharusnya ia tiba 30 menit yang lalu?

Mataku membesar saat melihat Cyntia dengan gaun  berwarna coklat muda yang elegan. Aku tersenyum saat melihatnya. Aku tidak menyangka jika ia datang dengan tampak cantik ke pesta ini.

Ia pun melangkah menghampiriku, semakin dekat membuatku semakin berdebar. Aku harap wajahku tak memerah.

"Aku harus tampak cantik, bukan? Maaf  terlambat karena aku harus mengatur penampilanku." Ia menjelaskan, aku hanya mengangguk.

Ia pun berjalan lebih dulu tanpa menungguku.

Aku segera menyusul langkahnya dan memberikan lengan kiriku. Aku memintanya agar menggandeng lenganku, layaknya pasangan. Ia memahami gerak tubuhku dan menggandeng tanganku dengan sedikit sungkan.

"Aku mengatakan kepada orang tuaku jika kita memiliki hubungan selama satu tahun." Aku menjelaskan rencanaku.

"Bagaimana mungkin? Kau saja tinggal di Amerika, bukan?" Ia bertanya dengan polos.

"Hubungan jarak jauh. Katakan saja kita saling mengenal sejak SMA, anggap saja seperti teman dekat." Balasku.

"Terlalu bohong." Balasnya. Ia masih membenciku, ia tak berubah.

Wajahnya masih sangat cantik, bahkan lebih cantik. Sifatnya masih saja pemalu. Hal lain yang tak berubah adalah ekspresi wajahnya yang penuh ketakutan saat melihatku. Tak ada senyum dan tak ada rasa percaya diri jika aku berada di sisinya.

"Sandiwara dimulai, tolong singkirkan wajahmu yang ketakutan itu!" Pintaku ketus karena aku merasa kesal saat melihat wajahnya yang penuh rasa takut dan amarah.

***

Bersambung

Don't call it love!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang