Rapat pun berlangsung, banyak hal yang kami diskusikan. Aku, Kezia, Zeri dan sekertaris Zeri selalu berbagi pendapat. Meski banyak bicara, entah kenapa aku tak bisa menatap matanya. Walau sesekali aku meliriknya, matanya tak pernah menghampiriku.
Rasanya, hanya aku yang terlalu memikirkan ucapannya itu.
"Sepertinya rapat harus kita akhiri!" Ucapan Kezia membuatku berdebar begitu saja. Tiba-tiba aku berfikir, ah bagaimana aku menghadapi Zeri?
Aku pun merapihkan tumpukan dokumen dan mematikan tablet yang ada di hadapanku dengan cepat. Tanpa berfikir panjang, aku pun segera keluar dari ruangan.
"Cyntia!" Suara Zeri memanggilku, suara yang benar-benar menghentikan langkahku.
Aku menoleh ke arahnya. Ia tersenyum padaku dan menghampiriku dengan langkah yang cepat.
"Kau belum makan, kan?" Tebakan Zeri sangat benar. Aku belum makan siang, sarapan pagi yang aku makan adalah sup buatannya kemarin malam.
Aku hanya membalas ucapannya dengan mengangguk pelan.
"Kamu sudah bekerja keras. Kerja bagus, tak apa. Tapi jangan lupa makan!" Ucapnya sambil mengelus kepalaku.
Rasanya seperti mimpi melihat Zeri bersikap baik dan perhatian seperti ini. Ia melakukan sesuai dengan apa yang aku katakan tadi malam, rasanya lucu sekali karena melihat sisi lain darinya.
Ia pun melangkah lebih dulu dan berkata "ayo makan!" padaku agar aku mengikuti langkahnya.
Dari ribuan hari yang telah aku jalani, ini kali pertama ia memujiku seperti itu. Kali pertama aku tersipu malu karena sikapnya. Kali pertama pula semangatku muncul berkat semua perilakunya.
Aku melangkah dibelakangnya. Mataku terpaku menatap punggungnya yang lebar. Langkahnya cukup cepat, aku berusaha mengimbangi langkahnya. Aku tak tahu tetapi hari ini mataku mulai terpaku padanya.
"Aneh." Lisanku keluar begitu saja sambil menahan tawa.
"Aku juga merasa seperti itu haha." Balasnya saat ia menoleh ke arahku, bahkan ia tertawa pelan.
Rupanya wajah dan telinganya memerah.
Kami pun tertawa bersama. Ini kali pertama kami tertawa bersama. Rasanya aneh sekali Zeri bersikap sangat baik padaku. Hal yang lebih aneh adalah ini kali pertamaku tak menatapnya dengan tatapan yang penuh kebencian.
"Jadi, aku akan berusaha tidak membencimu." Ungkapku dengan suara pelan.
"Terimakasih." Balasnya, ia tersenyum lagi.
Hening.
Kami melangkah bersama, bahkan banyak pegawai yang mengarahkan pandangannya kepada kami. Berkat pandangan itu, aku mulai merasa canggung kembali.
"Cyntia, ayo kita mulai lagi!" Ucapannya menghentikan langkahku.
"Maksudmu?" Tanyaku tak mengerti. Ia pun menghentikan langkahnya.
Ia pun memberikan tangan kanannya ke arahku.
"Anggap saja hari ini pertemuan kita." Pintanya.
Aku diam. Aku ragu jika dapat melakukan hal seperti itu. Meski aku sudah sedikit memaafkannya. Aku masih sulit melupakan masa lalu itu. Bagaimana mungkin aku melupakan masa lalu itu?
"Kau ingin aku melupakan masa lalu?" Tanyaku ragu.
"Tidak." Balasnya dengan sangat cepat.
"Lalu?"
"Aku hanya ingin memulainya dari awal." Zeri menjelaskan.
Aku pun meraih tangan kanannya dengan tangan kananku yang tak gemetar sama sekali. Aku tidak menyangka jika telapak tangan Zeri begitu dingin. Saat tangan kami menggenggam tangan satu sama lain, mata Zeri membesar dan itu juga membuatku merasa lebih canggung karena semakin merasa malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't call it love!
Teen FictionSemesta rasanya tidak berpihak pada Cyntia. Tidak hanya perusahaannya yang sedang berada dibawah roda kehidupan, tetapi neneknya sakit dan terus memaksanya menikah. Orang yang ia cintai dan mencintainya pun hilang tak ada kabar. Tak ada pertolongan...