- 18 : yang bertaut akan tetap hangat

2.3K 324 17
                                    

Jihoon sampai di kediaman kedua orang tuanya bersama dengan Asahi. Hari minggu nan cerah ini menghantar keduanya kembali ke rumah megah keluarga Park. bersama dengan segenap harap akan kebaikan untuk sepanjang hari ini.

Park Jeongwoo dengan setelan rapi sudah berdiri menyambut mereka di teras.

"Tumben hari minggu pagi gini udah rapih?" tanya Jihoon setelah mereka akhirnya masuk ke dalam rumah bersama.

"Di suruh mama." jawab si bungsu Park dengan nada malas.

"Emang mau ada apa sih, sampe pangeran kodok harus ikutan rapih?" tanya Jihoon lagi dengan nada meledek.

Asahi terkekeh mendengarnya, sementara Jeongwoo mendengus, "yahh, soalnya ibunda Ratu ngadain makan bersama spesial buat Park muscle Elsa dan permaisurinya." jawabnya sebelum akhirnya membuka lebar pintu menuju ruang makan.

Jihoon sedikit tergelak mendengar ucapan adiknya, namun segera terhenti kala mama dan papa nya telah duduk di kursi masing masing.

Asahi merasakan sebuah tarikan lembut di pinggang, Jihoon menatapnya, lalu Asahi memberi anggukan serta senyum kecil sebelum akhirnya mereka masuk ke dalam ruangan.

"Selamat pagi, Jihoon, Asahi.." sapa mama Rose di sertai senyuman ramah.

Asahi membalas tak kalah ramah, lalu kemudian sedikit memberi kode pada Jihoon untuk tidak mengeraskan tatapan, terutama pada papa nya, itu menakutkan seolah mereka bukan akan makan melainkan segera memulai pertempuran.

"Pagi, semua." kata Jihoon, sebelum akhirnya mempersilahkan Asahi duduk di sebelahnya lebih dulu.

Jeongwoo senyum senyum sendiri sepanjang acara makan, lirik sang mama terlihat begitu bahagia, sementara sang papa yang terlihat begitu santai. tak jauh beda dengan Jihoon yang terus saja melirik lirik sang papa.

Begitu acara makan selesai, Jihoon di kagetkan dengan pergerakan sang mama yang tiba tiba bangkit lalu mengajak Asahi-nya pergi.

Jihoon dan Jeongwoo saling bertatapan, ceritanya telepati.

'Asahi mau di bawa kemana?'

'Gak tau!' "Kalau gitu, Jeongwoo permisi ya.. dah papa, abang!" dan kemudian benar benar meninggalkan dua orang lainnya.

Jihoon dan papanya, Park Jimin yang masih terlihat bungkam.

tidak sampai Jihoon berniat pergi tanpa pamit, suara Jimin menghentikan pergerakan putranya.

"tunggu dulu, Park Jihoon. papa mau bicara sama kamu." katanya.

"kalau bisa cepat ya pa, saya mau susul istri saya." balas Jihoon dengan wajah datar.

Jimin menghembus nafas singkat sebelum menegakan posisi duduknya. menatap Jihoon tepat di mata, setelah sekian lama tidak bertatap muka.

"Jihoon, kamu apa tidak ada niat buat cerita ke papa semuanya?"

Jihoon mengerut alis bingung, "maksud?"

"tentang istri mu dan anaknya."

"memang apalagi yang mau papa tau? atau apa itu penting buat papa tau cerita tentang istri dan anak saya?" bukan, bukan bermaksud kurang ajar. Jihoon hanya tidak bisa menahan diri untuk jujur.

"tentu perlu, bagaimanapun hubungan kita; kamu tetap anak papa, Asahi tetap menantu papa dan anak yang bukan anak mu dalam kandungan Asahi, tetap akan menjadi cucu papa."

Jihoon cukup kaget mendengar ucapan sang papa, hingga tanpa sadar menatap penuh pada sang papa.

"papa.."

"apapun yang terjadi, seharusnya kamu bicara dulu sama papa dan mama. meskipun dalam pikiran mu, papa pasti gak akan setuju kalau kalau kamu meminta izin untuk berkorban atas apa yang gak kamu lakukan,"

"pada akhirnya kalau memang Asahi itu adalah takdir seorang Park Jihoon, lalu papa bisa apa selain menerima?"

Park Jihoon menatap senyum tipis dan sorot mata dengan binar tanpa amarah sang papa.

"papa tau darimana?" tanya Jihoon.

"Hamada Yuta, dia sendiri yang bilang kalau putranya di hamili oleh laki laki yang bukan kamu. bukan putra papa, orang lain yang begitu pengecut dan bodoh." katanya.

Jihoon rasanya mau menangis.

"Tuan Hamada juga bilang hal yang sama tentang tidak akan ada yang mampu memisahkan kalian atas nama cinta." imbuh sang papa membuat Jihoon lantas menunduk, menahan air mata.

"untuk itu, papa mau minta maaf karena pernah jadi papa yang buruk untuk kamu, juga karena pernah membuat istri dan anak mu sakit, maafin papa, Jihoon.." ucap Jimin penuh kelembutan seraya mengusap bahu lebar sang putra sulung.

"papa.. jadi, papa restuin Jihoon sama Asahi?"

Jimin mengangguk. "anggaplah papa akhirnya memenuhi tanggung jawab untuk antar kamu ke dunia yang membuat mu bener bener merasa bahagia, dalam bentuk pernikahan mu sama Asahi." katanya.

dan akhirnya Jihoon pun menangis.

"papa pasti kecewa.. maafin Jihoon juga ya papa, Asahi sendiri selalu bilang untuk jujur sama papa tentang semua kebenarannya. tapi Jihoon cuma takut, kalau nanti papa bakal pisahin Jihoon sama Asahi." terang Jihoon menatap sang papa dengan haru biru.

Jimin terkekeh kecil, "papa kecewa nak, papa marah banget, tapi ternyata memang benar menyimpan amarah dan kekecewaan tidak akan membuat hidup terasa lega, jadi papa usahakan untuk menerima. toh, apapun yang papa lakukan ini demi kamu, mama, hubungan ayah dan anak yang kembali baik baik saja."

Jihoon sudah merasa lebih dari cukup lalu ikut berdiri saat sang papa bangkit, kemudian membalas pelukan erat sang papa.

sudah cukup lama.

"papa bangga sama kamu nak, papa harap kamu bisa jadi laki laki yang bertanggung jawab atas istri dan anakmu, sebagai pilihan besar dalam hidupmu." ucap Jimin menatap Jihoon dengan tegas, menepuk kedua bahu putranya dengan harapan tinggi setelah berhasil melihat sisi sebaik baiknya dari pilihan terbesar dalam hidup Jihoon.

dengan sebuah senyum serta anggukan tegas, Jihoon menyanggupi. "pasti, Jihoon pasti buktiin semua itu."

"makasi banyak karena papa ga marah dan misahin aku dengan Asahi-ku, aku gak nyangka akan begini akhirnya. aku bersyukur karena papa ku adalah papa, maaf banget pernah buat papa kecewa dan marah. maaf juga karena Jihoon mematahkan harapan besar papa untuk menjadi putra sulung impian papa. aku harap papa bisa maafin dan benar benar menerima dengan ikhlas, papa, kebahagiaan ku adalah Asahi, dan anak kami."

Jihoon bersama sang papa memandangi mama Rose dan Asahi yang tengah berbincang di taman bunga milik sang mama.

Jimin tersenyum bangga kala ia benar benar bisa merasakan bagaimana Jihoon mengatakan semua dengan perasaan dan keseriusan. baru merasa sebagai seorang ayah yang memiliki ikatan hati yang kuat dengan sang putra.

sama halnya dengan Jimin yang mungkin akan kehilangan seluruh dunia bila Rose di renggut darinya. begitulah Jihoon tanpa seorang Asahi.

tbc.

Be With Me [JiSahi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang