"Kau... bukan siapa-siapaku." Balasnya sambil menatapku dan tersenyum miris.
.
.
.
Begitu memalingkan pandangannya dariku, Ia berjalan mendahuluiku seakan-akan hal yang dikatakannya adalah hal yang sudah biasa. Pikiranku menggelap beberapa saat dan tidak dapat memikirkan apapun, hingga akhirnya aku menemukan secercah cahaya redup yang masih layak untuk diperjuangkan,
Mungkin aku memang tidak berarti baginya, tapi itu tidak berarti aku tidak berhak untuk mengkhawatirkannya atas semua hal yang telah dilakukannya sejauh ini.
"Hei Muka Datar,"
Dia menghentikan langkahnya tetapi masih tidak membalikkan badannya untuk menatapku, seakan-akan menyiratkan 'Berkatalah apapun yang kau mau, aku sudah tidak peduli.'
Aku menatap lurus sosok punggungnya yang kecil sambil melanjutkan perkataanku,
"mungkin memang kau tidak menganggapku sebagai temanmu, tapi setiap hal yang sudah kita lewati bersama-sama, perasaan senang dan sedih yang kita rasakan bersama yang lain. Apa itu tidak berarti sama sekali padamu?"
"Kita menang atau kalah, sedih ataupun senang... Itu semua tidak ada hubungannya denganku, aku hanya melakukan tugas dan peranku saja dalam kelompok ini. Tidak ada yang terlalu berarti bagiku." Balasnya sambil tetap menatap lurus ke depan.
"Tidak ada yang terlalu berarti? Berarti memang ada kan setidaknya?" Ucapku sambil melangkah sedikit demi sedikit menyusulnya.
"Ya. Aku menganggap kalian sebagai orang yang hanya lewat dalam kehidupanku, tidak lebih dan tidak kurang."
Aku spontan menghentikan langkahku mendengar perkataannya yang jelas-jelas menggambarkan garis perbatasan antara diriku dengan dirinya. Orang yang lewat dalam kehidupannya? Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apalagi.
Meski begitu jangan mengira perkataan dinginmu itu cukup untuk membuatku berhenti di sini, setidaknya aku harus mencoba untuk melampaui garis perbatasan yang memisahkan kami dengan cara apapun.
Mizuki mulai melanjutkan langkahnya dan meninggalkanku lagi, tapi aku segera menyusulnya dan menarik pergelangan tangan kirinya,
"Oi Mizuki biarpun aku orang asing bagimu, tidak bisakah kau menatapku sebentar saja ketika aku berbicara?"
Melihat ekspresi mukanya yang tersinggung Ia kemudian menyentakkan tanganku yang tadinya masih memegang pergelangan tangannya dan menatapku lurus-lurus tanpa ekspresi,
"Apa?"
"Kau, aku dan yang lain mungkin memang baru kenal belum lama ini. Tapi dengan adanya berbagai pengalaman dan peristiwa yang entah menyenangkan maupun menyedihkan yang kita lewati bersama. Kau Mizuki, juga tanpa sadar masuk ke dalam kehidupan kami masing-masing dan aku yakin, aku serta yang lainnya juga akan berpikiran bahwa kau bukan hanya sekadar orang yang lewat dalam kehidupan kami."
"Apa maksudmu?" Tanyanya sambil mengernyitkan dahi.
"Kau bilang kau hanya menganggap kami sebagai orang yang hanya lewat dalam kehidupanmu kan? Tapi dari apa yang kulihat tadi kau rela mempertaruhkan nyawamu untuk melawan sendirian seekor monster tingkat tinggi hanya untuk melindungi kami, serta mengkhawatirkan keadaan kami bahkan di saat keadaanmu tidak jauh mengkhawatirkan dari kami?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm in a Magic World
FantasyApa jadinya jika seorang gadis berambut coklat dan bermanik mata sebiru laut yang selalu bersikap datar dan dingin kepada sekitarnya dihadapkan kepada fakta bahwa dia adalah seorang penyihir? Seakan belum cukup, dunia sihir tempat tinggalnya itu jug...