Hae~ aku kembali! Gimana nih kabar kalean-kalean, pada kangen gak nih. Nah ini nih next part yang udah ditagih-tagih Kanelvix
HAPPY READING![Kirigaru Mizuki]
Sudah sekitar dua jam lamanya kami terus berjalan dan mendaki gunung menuju ke Utara. Hutan di pagi hari tampak cerah dan pemandangannya pun tak kalah indah jika dibandingkan pada malam hari.
"Oi Ken-Kun, kapan kita akan sampai? Kakiku sudah tidak terasa lagi nih!"
"Entahlah peri pemandu arwahku berkata kita sudah dekat."
"Aaah T^T kapan kita akan tiba.."
Selama sisa perjalanan Kyoko terus saja mengomel sendiri tanpa memedulikan ada yang mendengarnya atau tidak. Yukina yang juga merasa sedemikian pun sesekali juga ikut mengomel. Aku yang melihat keadaan mereka berdua hanya bisa merasa kasihan, tapi apa boleh buat aku tidak merasa sedemikian. Aku malahan merasa penuh semangat dan tidak sabar untuk menemukan bahan ramuan langka yang pertama.
Semakin jauh kita mendaki ke puncak gunung, udara pun semakin mendingin. Dan entah ini bisa dibilang wajar atau tidak ratusan batang dan cabang pohonan yang kini kami lewati sembari mendaki ke Utara itu. Diselimuti oleh es sehingga tampak berkilauan dibawah sinar matahari yang kini semakin terik saja.
Setelah berjam-jam lamanya kami mendaki, akhirnya Ryota memutuskan untuk beristirahat di dekat perairan yang kini sudah membeku karena dinginnya udara di atas sini.
Hutan es ini begitu aneh. Karena semakin tinggi kita mendaki ke atas puncak semakin rendah pula derajat suhunya. Ya, hal itu dapat dibuktikan dengan mengalirnya sungai tempat kami memancing ikan kemarin, sedangkan perairan yang kini ada di depan mata kami itu sudah beku. Aneh bukan?
Selagi kami berteduh sejenak, aku menyempatkan diri untuk berjalan-jalan melihat sekitar ketimbang duduk diam tidak melakukan apa-apa. Aku berjalan mendekati perairan yang beku itu dan berjongkok di tepinya sambil melihat pantulan diriku yang tercemin jelas.
Tuk Tuk Tuk!
Aku mengetuk es tersebut beberapa kali untuk mengecek ketebalannya sebelum nantinya kami akan menyebrangi sungai ini.
"Hm cukup tebal." Gumamku pada diriku sendiri.
Aku memandang sekitar dan mendapati hampir semuanya di sekitar kami itu es. Ya, pohon es, sungai es dan sisa-sisa rumput yang juga beku. Meski begitu ada beberapa hewan hutan yang membuat pemandangan ini tak terlalu buruk. Seperti tupai putih yang baru saja masuk ke dalam rumahnya yang berada di pohon es dengan sesuatu di tangan mungilnya. Burung putih yang juga hinggap di beberapa dahan pohon es hingga beberapa daun es yang berguguran.
Bosan... Hm...
Aku segera berdiri tetapi kemudian sebelum aku berdiri sepenuhnya sesuatu yang bisa dibilang runcing mengenai puncak kepalaku sehingga aku refleks jatuh terduduk kembali.
"Akh!"
Rintihan itu bukan hanya disuarakan oleh aku seorang diri, tetapi juga seorang lagi yang bisa dipastikan adalah seorang laki-laki. Aku mengelus-elus puncak kepalaku yang masih terasa sedikit nyeri, tapi begitu sudah tak terasa sakit lagi aku segera menoleh ke belakang dan menemukannya sedang mengelus-elus dagunya.
"Riku! Apa yang kau lakukan!" Bentakku.
"Tch! Tadinya aku berniat mengejutkanmu, tapi siapa yang menduga kau secara tiba-tiba berdiri dan..." Jelasnya padaku masih sambil mengelus-elus dagunya.
Oh jadi begitu, yah sudahlah..
Aku berjalan melewatinya dan hendak kembali ke tempat yang lainnya berada. Tapi aku segera menghentikan langkah karena Riku menggenggam pergelangan tanganku secara tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm in a Magic World
FantasyApa jadinya jika seorang gadis berambut coklat dan bermanik mata sebiru laut yang selalu bersikap datar dan dingin kepada sekitarnya dihadapkan kepada fakta bahwa dia adalah seorang penyihir? Seakan belum cukup, dunia sihir tempat tinggalnya itu jug...