"O-oi? Jangan bilang lagi-lagi kau--"
Sudah kedua kalinya... dan lagi-lagi suara Riku lah yang kudengar terakhir kalinya sebelum kesadaranku terampas habis sepenuhnya.[Hachime Kyoko]
"Sudah jam 6 sore..." Gumamku.
Aku tersenyum karena tidak ada pemandangan matahari terbenam yang dapat kunikmati dari bawah sini. Namun jangan salah paham, aku tersenyum bukan hanya karena itu melainkan karena kini aku tidak lagi perlu berpura-pura untuk tidak kesepian.
"Aku berhasil Yuuya-kun, aku sudah menepati janji kita. Sekarang aku hanya perlu menunggumu untuk kembali." Ujarku pada diriku sendiri meski aku berharap Ia juga dapat mendengarnya.
Sudah cukup melamunnya sekarang aku harus kembali memfokuskan diri pada kondisi perempuan bersurai coklat yang dibaringkan tepat di sebelahku. Empunya tubuh itu sudah tidak menyadarkan diri sejak 1 jam yang lalu, tak lama setelah aku dan Yukina menemukannya sedang berdebat dengan Riku.
Aku segera mengeluarkan tablet serbagunaku seusai mengucapkan sebuah manta ruang hampa yang dapat menyimpan apapun di dalamnya. Tidak perlu sinyal atau apapun itu untuk mengoperasikan tablet ini, aku hanya perlu menggunakan elemen teknoku saja dan voila berhasil!
Aku beranjak dari posisi dudukku dan segera mengecek kondisi tubuh Mizuki menggunakan tabletku, sama seperti yang kulakukan pada Yukina beberapa saat yang lalu. Selagi aku menunggu tabletku selesai memuat data mengenai kondisi tubuh Mizuki, aku kembali ke posisi dudukku dan merenungkan hal-hal yang baru saja terjadi.
Kami berhasil mendapatkan bunga api sakura yang merupakan bahan langka kedua yang kami butuhkan dalam kontes ini. Aku, Ken, Riku dan Mizuki yang tadinya sempat terluka parah karena melawan seekor phoenix kini dalam keadaan baik-baik saja dan tanpa luka berkat air mata yang diberikan oleh phoenix itu sendiri. Lalu apa yang terjadi setelah aku dan Ken meninggalkan Mizuki dan Riku di medan pertempuran juga sudah diceritakan secara detail oleh Riku.
Menurut perkataan Riku phoenix itu hanya sekadar mengetes kami dan tidak bermaksud untuk melukai kami. Aku sungguh bersyukur karena aku tidak berani membayangkan akibatnya pada Mizuki jika phoenix itu benar-benar ingin membunuhnya. Hal ini cukup untuk membuatku merasa bersalah karena telah meninggalkan Mizuki sendirian melawan phoenix itu.
Aku tahu dan sadar dengan memampuanku yang sekarang ini, aku nantinya hanya malah akan menambah bebannya dalam pertempuran. Oleh karena itu meski telah memikirkannya berkali-kali, hasil akhirnya pun aku hanya dapat berdiam diri dan mendoakan yang terbaik baginya tanpa dapat melakukan apapun untuk membantunya atau bahkan meringankan bebannya barang sedikit pun.
Kecewa? Tentu saja aku merasa kecewa pada diriku sendiri karena tidak dapat berbuat apapun pada saat itu. Namun bukan berarti aku harus menyerah dan berhenti disini, aku akan belajar dan melatih ilmu sihirku lebih keras lagi. Untuk melindungi apa yang penting bagiku dan menebus hal ini padanya--Mizuki--suatu saat.
Selain itu ada beberapa hal yang masih terasa janggal, terutama saat di pertempuran tadi. Mizuki dapat menangkis serangan phoenix itu dengan sempurna padahal dia baru saja mempelajari ilmu sihir baru-baru ini, bukankah itu mustahil untuk dilakukannya?
Aku juga penasaran apa yang dibicarakannya dengan Riku pada saat aku dan Yukina tidak sengaja menguping tadi. Riku tidak membahas apapun mengenai hal ini--perdebatannya dengan Mizuki di chapter sebelumnya--tadi sehingga aku tidak bisa berhenti mempertanyakan apa alasan di balik semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm in a Magic World
FantasyApa jadinya jika seorang gadis berambut coklat dan bermanik mata sebiru laut yang selalu bersikap datar dan dingin kepada sekitarnya dihadapkan kepada fakta bahwa dia adalah seorang penyihir? Seakan belum cukup, dunia sihir tempat tinggalnya itu jug...