Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Senja mengukir rayuannya pada hamparan putih di atas netra beradu. Ia seakan bergulat dengan bayangan jingga yang menorehkan deburan atensinya di sana. Letaknya nampak jauh, namun ia terasa hingga ke pelupuk mata.
Tak terasa senja nan kelabu dengan seribu kisahnya itu telah berganti menjadi malam kelam tanpa gemerlap bintang seperti malam biasanya, setidaknya hanya ada rembulan manis yang selalu bertengger elok di pangkuan langit gelap itu.
Pria itu termangu menatapi dedaunan yang gugur di setiap harinya. Mereka akan dengan senang hati terjun ke dasar terendah dan menorehkan jejaknya di sana, lalu sapuan kumpulan lidi itu pun mulai menghilangkan jejaknya di pagi dan sore hari.
Sama seperti nasibnya rupanya, yang menorehkan segala asa namun tak terlihat jejaknya lantaran sang meisje yang tak pernah merespon segala hal baik yang ia torehkan padanya.
Ia terkekeh pelan, meratapi nasib percintaannya yang tak semulus kisah si sulung yang langsung mendapatkan restu dari orang tua gadis pilihannya. Jangankan restu orang tua, hati gadis pujaan hatinya saja ia tak tahu akan berlabuh kemana.
Sudah seminggu lamanya pesan terakhir Abin di malam minggu itu terkirim, malah dua centang itu sudah berubah warna menjadi warna daun. Tak ada pun tanda-tanda yang ditunggu akan segera bertandang.
Lelah? Pasti. Ingin mengakhiri? Toh dia bahkan belum pernah memulainya. Seegois itu memang perasaannya, ingin dibalas padahal ia belum berani menyatakan yang sebenarnya.
Ia takut gagal, berakhir dengan ratapan penyeselan yang amat menggerogoti relung jiwanya. Ia tak ingin menjadi canggung dengan gadis itu. Biarlah saat ini seperti ini, lebih baik ia tak tahu daripada akhirnya akan pergi menjauh dan hilang tak terjangkau.
Abin dan pergulatan jiwa raganya merupakan perpaduan yang fantastis di malam minggu ini. Lagi dan lagi malam minggu, tersiksalah jiwa-jiwa kesepiannya.
Malam ini nampaknya beberapa saudaranya sedang ada acara. Entah itu acara dengan calon gebetan masing-masing, dengan hobinya, ataupun dengan tugas yang deadlinenya sudah terlihat hilalnya di depan mata.
Sepertinya hanya ia yang sedang bebas. Ia sedang merasa menjadi anak rajin sekarang, mengerjakan tugas di awal waktu supaya bisa bersantai di akhir.
Ya, walaupun seringnya ia tuh kebalikannya, kan Abin pemuja deadline~
"Tumben kamu ngga ngumpul sama saudaramu yang lain mas?"
Suara berat bapak nampaknya berhasil menginterupsi indera pendengarannya. Ia mulai kembali ke keadaan nyatanya saat ini, tentunya setelah beberapa waktu lalu bergulat dengan alam bawah sadarnya dan juga pemikiran mendalam menggugah seluruh atensinya pada kenyataan yang sebenarnya saat ini.